Tuesday, March 16, 2010

Serpih Kata di Sela Masa 4

January 1, 2010 at 6:03 am
Sungguh, pasti ada jalan turunan setelah tanjakan, pasti ada kesenangan setelah kesedihan, pasti ada kemudahan setelah kesulitan, pasti ada kelapangan setelah kesempitan. Dan semua akan berlalu dalam kebaikan, dalam cerah wajah yang terbalut oleh senyuman.

January 2, 2010 at 6:07 am
Semua akan berganti, seperti senantiasa berubahnya hari-hari. Hari esok mungkin saja lebih berat, tapi di balik rasa berat dan penat tentu setelahnya akan ada nikmat yang lekat.

January 3, 2010 at 4:55 am
Pasti lelah, pasti lelah, karena mau tidak mau kita harus lelah. Dan nanti di balik lelah akan ada sesuatu yang merekah. Cukuplah, istirahat kita di akhirat. Disanalah kan dilepaskan semua lelah dan penat.

January 4, 2010 at 6:42 am
Mereka tidak menampakkannya, tidak mengumbar kata pada sesama, melangkah dalam sunyi dan kesendirian. Mereka senantiasa berusaha menutupi kebaikan yang dilakukan. Dan berharap agar kualitas amalnya lebih sempurna saat diajukan pada sang pencipta.

January 5, 2010 at 4:43 pm
Merenda keping-keping harapan, semoga dimudahkan dalam menapak jalan penghambaan, dimudahkan dalam menggenggam keimanan, dimudahkan dalam bangkit menyongsong seruan kewajiban. Dan nantinya dikumpulkan bersama hamba-hamba pilihan... amin..

January 6, 2010 at 4:17 pm
Nikmat hidup dalam ketaatan, nikmat nafas dalam kepasrahan, nikmat gerak dalam menuju keridhoan. Duhai kapan kan kurasa kemanisan iman? Wahai Allah kumohon, anugerahkan...

January 8, 2010 at 9:07 am
Fokus! Pada cita-cita yang akan memberi cahaya di alam sana, pada jalan yang telah ditempuh oleh para pejuang dan para pahlawan. Fokus! pada hari-hari penuh peribadatan, penuh pengabdian, penuh pembelajaran, penuh tekad untuk menjadi pemenang. Fokus! Pada misi perbaikan diri, pada tujuan akhir ridho ilahi, pada surga yang seluas langit dan bumi. Fokus!

January 9, 2010 at 6:05 am
Mahkota permata yang akan dihadiahkan untuk orang tua nanti di surga. Gelar "keluarga Allah" yang berjalan di antara manusia. Derajat yang kian meningkat seiring dengan dibacanya ayat demi ayat. Tidakkah ada yang menginginkannya? Hafalkan saja kalam-Nya kau akan mendapatkan semua...

January 10, 2010 at 5:25 am
Kebahagiaan bukan dalam gelimang kekayaan dunia. Namun bahagia ada dalam diri kita saat kita kaya jiwa. Jiwa yang dipenuhi iman dan taqwa, jiwa yang berisi cinta pada pencipta, utusan-Nya dan berjuang di jalan-Nya, jiwa yang lapang saat menerima segala ketentuan, jiwa itulah yang akan membahagiakan.

January 11, 2010 at 5:47 am
Apa yang kita harapkan dari kehidupan? Apa cita-cita yang telah kita rumuskan untuk masa depan? Apa tujuan yang ingin kita gapai selama tinggal di alam kefanaan? Apa pun itu, semua akan dimintai pertanggungjawaban, semua akan ditimbang di mizan, semua akan dinilai di hadapan Pencipta Alam.

January 15, 2010 at 6:44 am
Hatiku larut dalam debar, saat kupandang dua insan yang telah mencurahkan segala cinta dan usaha hingga ku besar. Mereka semakin tua, dan takutku pun muncul seketika. Apakah ku punya kesempatan untuk membalas budi baik keduanya sebelum waktu penentuan itu tiba?

January 18, 2010 at 6:04 am
keikhlasan itu diuji, yakini.. yakini.. segala yang di sisi-Nya lebih abadi.

January 21, 2010 at 6:03 am
Ilmu itu cahaya.. ilmu itu cahaya... dan kemaksiatan akan memadamkannya. "wa nurullah laa yahdii lil 'ashii..."

January 22, 2010 at 7:43 am
Tak tahukah saudara berapa tahun Nabi Musa menanti dikabulkan doanya? Empat puluh tahun! Sungguh Allah pasti mengabulkan setiap doa yang dipanjatkan hamba-Nya. Hanya seringkali kita yang tidak bersabar dan terlalu tergesa-gesa dengan berkata "Kenapa doaku tak juga dikabulkan?"

January 23, 2010 at 9:53 am
Zaid bin Tsabit, Usianya saat itu belum genap 13 tahun. Dia datang dengan menyeret pedang yang panjangnya melebihi tinggi badannya. Dan bertekat menyerahkan nyawa demi bagian yang abadi di sisi Ilahi. Demikianlah jalan para pendahulu. Bandingkan saja dengan kita, duhai pemuda apa yang akan kau berikan untuk Allah dan Rasul-Nya? Sedang benakmu hanya dipenuhi pikiran tentang dunia dan wanita...

January 25, 2010 at 7:28 am
Saat engkau melihat gunung yang menjulang dari kejauhan, akan tampak keindahan yang mengundang. Di kala engkau mencoba menapaki jalan untuk menaikinya, akan ada batu-batu terjal, kesulitan, kepenatan dan kelelahan. Namun ketika engkau telah sampai di puncaknya, kau akan mendapati keindahan yang lebih indah dari bayangan semula. Demikian pula dengan cita-cita...

January 26, 2010 at 7:34 am
padahal dia telah dijamin masuk surga, pun terpelihara dari segala dosa, utusan-Nya pula. Namun lisannya masih meminta ampun lebih dari 70 kali sehari, malam-malamnya masih terjaga dengan tahajud, dibacanya Al baqoroh berlanjut dengan Ali Imron juga An-nisa' dalam satu rakaat, tak pernah menahan hartanya terlalu lama, paling dermawan di antara manusia. padahal dia pasti masuk surga, pasti masuk surga... sedang kita?

January 31, 2010 at 7:24 am
Mendengar dan membaca Al Qur'an itu lebih banyak keutamaanya, lebih pasti pahalanya dan jelas-jelas mulia di sisi-Nya. Namun kenapa kita hanya menjadikannya di sisa waktu kita, dan lebih suka mendengar dan menghafal lagu-lagu yang belum tentu mengangkat derajat kita di surga? Sedang teladan kita saja menutup telinga saat mendengar seruling gembala... Sebenarnya siapa teladan kita? Nabi atau orang-orang jahili?

February 1, 2010 at 4:22 am
Wahai Rabb, aku berlepas diri dari mereka dan jangan jadikan aku bagian dari mereka. Mereka yang mengaku mencintai-Mu namun menduakan-Mu dengan membina cinta di luar aturan-Mu dan tidak dengan tuntunan syariat-Mu. Mereka yang mengaku mencintai nabi namun dengan sadar ingkar atas sunnah yang diajarkan. wahai pemilik hati, tetapkan hati ini hanya pada-Mu dan pada agama-Mu...

February 3, 2010 at 5:16 am
Benturan demi benturan seringkali menjadikan langkah tertahan. Kadang pula membuat hati mulai enggan melanjutkan perjalanan. Wahai diri, jangan terlalu lama berhenti. Segeralah berbenah dan kembali menata langkah yang sempat goyah. Dan jangan ada kata menyerah karena setelah bersusah payah akan ada balasan yang tak bersudah dari Yang Maha Indah.....

February 4, 2010 at 6:37 am
Siapa yang tak ingin, dipenuhi kebaikan di setiap hari-harinya, waktunya habis tanpa sia dan tersusun penuh rencana yang sempurna. Siapa yang tak ingin, menjadikan kehidupan ini penuh kemanfaatan untuk akhiratnya, melalui hari-hari dengan keteguhan iman dan harap akan keridhoan penciptanya. Siapa yang tak ingin...?

February 5, 2010 at 6:02 am
Lisan yang Dia amanahkan terlalu sering menyakiti hati seseorang. Kata-kata yang dilontarkan mungkin terlalu tajam yang menjadikan luka pada setiap sanubari yang mendengar. Lidah yang tak bertulang... semoga tak ada lagi lontaran-lontaran yang tak menyenangkan jua kata-kata tanpa kemanfaatan. Agar tiada penyesalan di hari kemudian.

February 7, 2010 at 6:10 am
Keluhku pun pernah tak bersudah mencoba memaknai hakekat pasrah Dan kukatakan pada diri… “Maktub!! semua telah tertulis di lauh mahfudz”

February 19, 2010 at 5:08 am
Keluhanmu yang tak bersudah tak akan menyelesaikan masalah. Menyalahkan keadaan dan merasa sial hanya akan menambah beban pikiran. Cukuplah terima apa adanya, kemudian berbenah menata langkah. Kegagalan, kesialan atau apa pun namanya, semua adalah sarana pembelajaran dan pengingatan agar kita lebih dekat pada Tuhan, tidak mengulang kesalahan dan berhati-hati dalam melangkah di alam kehidupan...

February 20, 2010 at 7:42 am
Sedikit demi sedikit, kucoba lagi menatap hari yang semestinya dihadapi bukan ditinggal lari. Masalah yang muncul sepantasnya diselesaikan bukan malah dibiarkan dan dihindar, semuanya demi jalan menuju kedewasaan...

(Petikan kata-kata di atas adalah kumpulan status di Facebook milik “Tiada Nama“)

Monday, March 1, 2010

Capaian Itu Baru Dalam Anganku

Agenda hari itu ke Jogjakarta dan berjumpa dengan saudara-saudara yang jauh lebih muda yang telah lama tak bersua. Kami berbagi cerita. Saat mendengar tentang capaian-capaian mereka, terasa ada tusukan duri di hati. Betapa mereka telah jauh melampaui.

"Alhamdulillah mas, aku sekarang dah mau selesai S1-nya."
"Sekarang aku agak sibuk mas, dah jadi pembina asrama di Mu'alimin.."
"Si Fulan insya Allah pekan depan nikah mas, mau datang apa tidak?"
"Ini sudah mulai usaha kecil-kecilan mas, jadi distributor pakaian muslim, lumayan bisa buat menyambung hidup."

Ketika mendengar celoteh mereka, aku hanya menanggapi dengan senyum, sesekali melafalkan kata, "alhamdulillah, masya Allah atau subhanallah.." Kemudian saat mereka bertanya, "Kalau mas bagaimana keadaannya?" Aku hanya bisa bungkam, sesaat linglung, bingung mau menjawab apa. Masa studiku yang tak juga tuntas, pekerjaan yang tidak jelas, uang saku yang masih mengandalkan pemberian orang tua, status pernikahan? Lebih baik tidak kupikirkan dulu dari pada hanya menjadi angan-angan yang entah kapan terwujudkan.

Melihat mereka dengan capaian-capaian yang mereka dapatkan kemudian membandingkan dengan diriku sendiri yang masih saja seperti ini, terbersit rasa iri, atau apalah nama rasa di hati ini.

Ah, seharusnya aku tak iri, lebih-lebih mendengki. Karena setiap capaian merupakan cerminan kesungguhan dari kerja keras yang mereka lakukan, juga dari doa-doa panjang yang dipanjatkan. Cukup pandangi saja diri, seberapa keras usaha dan doa yang telah dilakukan, dan sejauh itu pula yang akan didapatkan.

Keadaan yang nyaman dengan kondisi ekonomi yang biasa mapan memang kadang kala melenakan. Usaha sekedarnya, tidak biasa keras dalam bekerja, sering pula menunda-nunda sehingga wajar bila hasil yang didapat tak seberapa. Cita-cita pun tertunda tergapai karena lalai.

Bagaimana mungkin seseorang mengharap sesuatu yang besar sedang ia hanya berangan-angan, tanpa usaha nyata, juga tanpa pinta pada pemilik alam Raya. Bagaimana mungkin seseorang mendapatkan hal yang luar biasa sedang ia tak juga mau keras bekerja, cepat menyerah dan berkeluh kesah dengan kata "aku lelah".

Pertemuan saat itu memberi semangat baru bagiku, capaian ini belum seberapa dibanding dengan mereka. Mereka dengan keterbatasan finansial masih terus berkarya, terus mencoba sesuatu yang baru, mematangkan diri demi kehidupan di esok hari yang mungkin saja akan lebih berat dari saat ini.

Saat satu persatu orang di sekitar kita menapak jenjang yang lebih tinggi, menyelesaikan masa studi, menikah menggenapkan separuh dien ini, dianugerahi putra-putri yang akan menjadi jundi-jundi. Akankah kita iri dan memelihara dengki? Padahal demikianlah kehidupan, setiap manusia diberi takdir yang berbeda-beda. Peran yang tidak sama, ujian kehidupan yang sesuai dengan karakter dan kemampuannya. Maka syukuri saja apa adanya karena itu lebih dekat pada pintu surga. Dan tentu saja terus berusaha menggapai capaian yang lebih sempurna, hingga nantinya bisa terpuji di hadapan pencipta.

Sahabat-sahabat muda, semoga kita bisa berkumpul di surga...