Saturday, January 30, 2010

Serpih Kata di Sela Masa 3

December 1, 2009 at 6:09am
Berulangkali menunda, terbenam dalam tumpukan malas yang mendera tanpa jeda. Akankah cita-cita tak tergapai karena semangat telah lunglai? Akankah mati tanpa prestasi karena kakunya kaki? Jangan... karena jalan ini masih panjang dan di ujungnya menanti cahaya keabadian.

December 2, 2009 at 1:23pm
Kehidupan adalah perjuangan. Kenikmatan di puncak pasti diawali dengan kelelahan... (Co-past dari FB-nya Ardhi Har)

December 4, 2009 at 1:26pm
Merenda simpul-simpul kesabaran, di antara arus kebiasaan yang sungguh jauh berbeda dengan kebiasaan sebelumnya. Kucoba berbaur tanpa harus lebur. Terjun ke arus tanpa harus hanyut terbawa derasnya. Layaknya ikan laut yang berenang di tengah lautan garam tanpa tercampur oleh asinnya.

December 5, 2009 at 8:16am
Rupanya, sesuatu yang kuanggap aneh, unik, di luar kebiasaan, dan penuh "penderitaan" adalah hal yang sangat biasa. Semua itu hanya secuil kecil jika dibandingkan dengan sisi lain yang belum sempat kujamah. Karena disana ada hal yang lebih menyesakkan, hal yang lebih membutuhkan berlipat kesabaran. "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang akan engkau dustakan?" (taken from: Dari bilik pesantren)

December 7, 2009 at 5:16am
Rasa kehilangan pasti akan dirasakan. Tapi tak kan berarti jika diiringi dengan kelapangan. Dan Dia pasti akan mengganti dengan kebaikan... pasti mengganti dengan kebaikan...

December 9, 2009 at 6:01am
Seperti taman... yang bila ditanami satu jenis bunga maka keindahannya kurang terasa. Namun ketika taman itu dipenuhi bermacam bunga dengan berbagai warna dan diatur sedemikian rupa maka akan hadir keindahan demi keindahan yang mengesankan. Demikian juga perbedaan di kalangan manusia, ia adalah penghias kehidupan dunia... layaknya taman dengan bermacam bunga....

December 10, 2009 at 5:48am
Biarlah kami berjalan di atas rel kami masing-masing. Dengan keunikan-keunikan yang dimiliki. Karena disitulah letak keindahan hidup. Saat satu sama lain bisa menghormati perbedaan-perbedan yang ada. Dan mencoba menerima seseorang apa adanya...

December 11, 2009 at 7:41am
Indahnya bila amal-amal tidak terkotori oleh hasrat agar dipuji. Indahnya bila amal-amal itu tersembunyi dan selalu tidak tampak oleh mata makhluk dunia. Indahnya bila mampu mengikhlaskan amal-amal hanya demi ridho-Nya. Indahnya, betapa indahnya bila kehidupan hanya untuk-Nya... hanya untuk-Nya...

December 12, 2009 at 7:08am
Aku tersenyum membaca tekad yang ia tuliskan, saat hatinya poranda ia menghibur diri dengan kata-kata, "Wahai pria yang menjadi mempelai di sisinya. Kuakui kau menang kali ini. Di dunia, kau telah mendapat bidadari. Biarlah bidadari dunia engkau bawa. Tapi nanti, akulah yang pertama mendapat bidadari surga! Mari kita berlomba!"

December 13, 2009 at 6:00am
Berapa banyak orang bertaqwa yang menyembunyikan ketaqwaannya. Dan saat mereka meminta, Allah langsung mengabulkan pintanya. Mereka tidak terkenal di mata manusia, tapi penghuni langit mengenalnya dan merinduinya. Mereka tampak biasa di hadapan makhluk dunia, namun di sisi Penciptanya, mereka mendapat tempat istimewa... adakah kita bagian dari mereka?

December 14, 2009 at 8:43am
Sahabat, akankah kita akan menemukan jalan cahaya yang sama? Ataukah reuni di surga kelak akan tertunda karena jalan yang berbeda. Siapa yang akan lebih dulu memasukinya? Dan siapa yang akan tertahan di depan pintunya karena penghitungan yang lama? Dan siapa yang akan terperosok ke neraka karena beratnya timbangan dosa...? Semoga nikmat dalam keabadiaan yang menyapa kita....

December 16, 2009 at 8:19am
Pernahkah kita bertanya,"Apakah dgn memasang gambar muka, kita akan menjadi mulia di hadapan-Nya?" "Apakah dgn mengungkapkan setiap aktivitas dan perasaan kita lewat kata-kata,hingga semua mengetahuinya akan menambah pahala di sisi-Nya?" Tidakkah terpikir, saat wajah diumbar, saat kata diucap tanpa maksud dan tujuan, bukankah hanya akan menjadi amal sia-sia tanpa makna, tanpa pahala, mungkin malah timbulkan murka?

December 17, 2009 at 5:53am
Dia membeku dengan keterasingan, menahan diri agar tak terlalu menonjol dan berusaha tenggelam juga menyamarkan kemampuan. Saat kutanya, " Kenapa?". Ia menjawab, "Dengan demikian kubisa lebih merdeka, tanpa merisaukan kata manusia. Tak sibuk dengan pujian atau cemoohan. Kuingin tak dikenal tapi tetap bisa memberi kontribusi yang berarti dan tanpa disadari..."

December 18, 2009 at 6:41am
Saat kita sedang lelah, dengan jiwa penuh peluh, dengan hati gundah dan terus mengeluh. Berhentilah dan beristirahatlah sejenak. Melepas penat dalam bingkai nasehat. Duduk ditemani lisan menawan berucap pesan...

December 20, 2009 at 11:24am
Wahai yang merasa tersisih, yang merasa sendiri, yang punya hati di balik penjara... Cukupkan saja dirimu dengan yang ada di sisi-Nya. Niscaya kau akan merdeka. Tanpa kehilangan, tanpa kecewa, tanpa sakit. Karena Dia tak pernah mengecewakan hamba-Nya, sungguh...

December 21, 2009 at 6:12am
Kita sama-sama tahu bahwa kebaikan akan dibalas dgn pahala dan keburukan dibalas dgn siksa. Kita sama-sama tahu bahwa orang yg taat bertempat di surga dan orang yg bermaksiat dilempar ke neraka. Kita telah sama-sama tahu. Dan apakah hari-hari kita telah terisi dgn kebaikan sepenuhnya, Sudahkah kita hindari segala keburukan yg dilarang agama? Atau apakah memang kita terlalu bebal utk mendengar sebuah seruan kebenaran?

December 22, 2009 at 4:46pm
Dia tak pernah mengungkit perjuangannya bertaruh nyawa di hari kelahiran yang kadang menyulitkan. Dia pun tak akan menuntut bayaran atas air susu yang telah kita telan. Dia juga tak pernah meminta upah atas malam-malamnya yang terjaga karena tangisan. (note: Ibu tidak sayang lagi padaku)

December 24, 2009 at 7:50am
Bukan kuasa kita untuk menentukan keberhasilan. Kita hanya bisa berusaha merentas jalan yang diyakini benar. Dan berharap akan ditempatkan di tempat yang terpuji selayaknya para hamba yang diridhoi...

December 25, 2009 at 7:26am
Apa artinya kehidupan bila ia akan berakhir tanpa amal yang bermanfaat untuk akhirat? Apa artinya kehidupan bila tak juga bersegera menyemai kebaikan di alam semesta? Apa artinya kehidupan bila selalu terseret arus pemikiran dan budaya yang jauh dari nilai agama? Apa artinya kehidupan bila di akhir nanti tak ada nilai di mata sang Pencipta? Apa artinya..? Sia-sia...

December 27, 2009 at 2:31am
Kubur saja masa lalu itu, karena semanis apa pun kenangan, ia tak akan terulang di masa sekarang. Demikian pula sepahit apa pun kekelaman di masa silam semua telah hilang seiring waktu yang berjalan...

December 27, 2009 at 10:28pm
Terus berkarya meski tak mengetahui akan masa depan nanti. Tetap menata langkah dan hati seiring cita-cita yang dipatri. Luruhkan, abaikan segenap kehendak dan keinginan yang tak berhubungan dengan tujuan. Hingga tak ada langkah tergesa, agar tak muncul hasrat tercela...

December 31, 2009 at 2:05am
Tak perlu berkoar tentang obsesi dan cita-cita tinggi. Cukup simpan saja dalam hati dan mengayun langkah dengan pasti. Tanpa banyak cakap dan kata-kata banyak. Cukup berbuat dan terus berbuat...

December 31, 2009 at 11:03pm
Sungguh, pasti ada jalan turunan setelah tanjakan, pasti ada kesenangan setelah kesedihan, pasti ada kemudahan setelah kesulitan, pasti ada kelapangan setelah kesempitan. Dan semua akan berlalu dalam kebaikan, dalam cerah wajah yang terbalut oleh senyuman.

(Petikan kata-kata di atas adalah kumpulan status di Facebook milik “Tiada Nama“)

Friday, January 15, 2010

Buaya Dunia Maya


Sepenggal cerita telah kuterima, sebuah kisah nyata yang membuatku merasa takut dan tersudut. Tentang seorang wanita yang mengenal lawan jenisnya di dunia maya. Wanita itu disapa seorang lelaki dengan kata-kata bijaksana. Hampir setiap hari, nasehat dan motivasi mengalir silih berganti. Lelaki itu tampak baik, sholeh, terpuji dengan pengetahuan agama yang mumpuni.

Simpati pun timbul, rasa suka itu muncul. Meski berbeda budaya dan dipisahkan oleh samudra hubungan itu terjalin begitu saja. Tak lagi peduli jilbab lebar yang ia kenakan, cinta dan suka tetap bisa melanda. Lelaki itu pun tampaknya bukan seorang pengecut, ia datangi rumah sang wanita dan bertemu dengan orang tuanya, kemudian berkata ingin menjalin hubungan yang tidak biasa.

Suatu ketika ada seorang perempuan yang tak dikenal menyampaikan sapaan pada sang wanita. Perempuan itu banyak bertanya kemudian mulai bercerita. Ia bercerita tentang lelaki yang sama, lelaki yang wanita kenal di dunia maya, yang pernah datang ke rumahnya. Tuturan si perempuan begitu mengejutkannya, membuat hatinya gundah. Bagaimana tidak? Lelaki yang ia sangka terpuji dengan pengetahuan agama mumpuni rupanya punya sisi tercela yang tak ia sangka.

Jauh hari sebelum ke rumah sang wanita, lelaki itu telah menjalin hubungan dengan si perempuan. Hubungan yang begitu dalam. Hubungan itu terjalin dengan cara yang sama, saling mengenal melalui dunia maya, kemudian kata-kata bijak juga ditebarkan, tempat tinggal yang berjauhan dan telah bertemu dengan orang tua si perempuan. Malah sang wanita menangkap bahwa si perempuan telah berbadan dua.

Saat lelaki itu dicecar dengan pertanyaan, ia mengakui semuanya dan memang sengaja menunggu hingga sang wanita tahu. Namun tak ada sesalan, tak ada ketegasan sikap, tak ada keberanian memutuskan pilihan atau keberanian mempertanggungjawabkan perbuatan dan terkesan menganggap itu bukanlah masalah besar. Dan lelaki ini pun berlindung di balik kata, "Biarlah nanti Allah yang menentukan."

Meski sudah diketahui belangnya, lelaki itu tetap saja memaksakan kehendaknya untuk menyunting sang wanita. "Bagaimana dengan perempuan itu?" tanya sang wanita. Dan dengan ringan lelaki itu menjawab, "Kalau pun ia nanti kunikahi aku juga akan tetap menikahimu."
"Rakus, egois, tidak tahu malu. Apakah semua lelaki seperti ini?" Batin wanita itu bertanya.
"Inikah lelaki? Yang hanya bisa merayu, mengumbar kata-kata bijaksana untuk melemahkan hati wanita kemudian mencampakkannya?"
"Inikah calon qowwam? inikah calon pelindung dan pembimbing keluarga? Begitu egoisnya dan mementingkan nafsunya semata?
"Inikah lelaki...?"

Dan aku hanya termenung bingung. Aku cuma bisa malu dengan yang dilakukan oleh kaumku. Kata pembelaan tak kusampaikan, karena pria seperti itu memang ada. Hanya kalimat pendek yang kukatakan, sebentuk cerminan asa yang menggumpal dalam dada, "Semoga tidak semua pria melakukan hal yang sama..."

Rasa takut terajut, ketakutan bahwa aku melakukan hal yang tak jauh berbeda. Mungkin pula tanpa sadar, kata-kata bijak, hikmah, nasehat, saran dan masukan berubah menjadi umpan untuk menarik perhatian. Betapa ruginya bila segala yang disampaikan berakhir sia-sia di sisi-Nya...

Dan entah dari mana, terngiang sebuah seruan yang menggema, menusuk-nusuk jiwa... duhai pemuda! Bencana! Duhai pemuda! Bencana!

Duhai pemuda, Bencana!
Saat kau hanya sibuk mengumbar kata di antara wanita. Berdalih menyerukan kebenaran dan menunjukkan jalan kebaikan. Namun kau begitu menikmati di kala wanita-wanita itu mengagumi dan menyukai setiap kata yang kau ucapkan. Tak kah kau sadari, lubang neraka sedang engkau masuki karena telah menyebabkan hati-hati itu tertambat pada selain Ilahi?

Duhai pemuda, Bencana!
Saat kamu tak juga menjaga pandangmu. Memilih dan memilah target dakwah hanya berdasar rupa dan jenis kelaminnya. Kamu demikian bangga saat komentar dan ucapan terima kasih dari lawan jenismu datang mengisi hari-harimu. Apa kamu kira berpahala di sisi-Nya? Apa kamu kira kau terpuji dan masuk surga ketika engkau mencari perhatian kaum wanita. Duhai meruginya saat syirik kecil dibiarkan bercengkrama di dasar hatinya.

Duhai pemuda, Bencana!

Saat hati telah terkotori syahwat syaithoni. Sungguh dakwah picisanmu tak ada nilainya. Sedang nabi saja ditegur oleh-Nya dengan surat 'Abasa, karena lebih senang menyampaikan ajaran Islam dan berbincang dengan para pemuka dari pada dengan seorang yang buta.

Duhai pemuda, Bencana!
Dan apa yang akan kau katakan? Pembelaan? Beralasan dengan dalil "Semua tergantung pada niatnya."? Apakah kau pikir niat baik saja cukup untuk membuat amal yang kau lakukan diterima di sisi-Nya tanpa ittiba' pada Nabi-Nya? Apakah Rasulullah mengkhususkan untuk menyapa kaum wanita saja? Apakah Rasulullah menggunakan kata-kata bijaksana untuk merayu lawan jenisnya? Apakah Rasulullah berlama-lama dalam berbincang tanpa tujuan dengan kaum hawa yang bukan mahromnya?

Duhai pemuda, sayangilah dirimu. Sebelum ketentuan-Nya berlaku, dan tak ada lagi pintu yang dibuka untukmu. Ia memang pengasih, namun adzab-Nya pun juga pedih.

Dan bagi kalian, Wahai kaum Hawa.
Dunia maya memang penuh tipu daya. Saat ada pria yang sering mengumbar kata-kata penuh makna, cukuplah ambil ilmu yang ada. Tak perlu kau tanya ia siapa. Karena seseorang tidak bisa dinilai baik akhlaknya cuma dengan kata-kata di dunia maya.

Wahai kaum hawa,
Waspadailah buaya maya. Di awal mungkin ia bijaksana, selanjutnya saat kau mulai tertambat, ia akan sesumbar dengan janji-janji tak benar. Meski mungkin kau tahu bahwa ia biasa disebut "ikhwan" bisa jadi dia tak lebih baik dari bajingan. Karena label 'ke-ikhwan-an" hanya ada di lisannya bukan di hatinya. Karena ketakwaannya hanya saat berada bersama orang-orang, namun ketika sendirian tak lebih seperti melatanya binatang tanpa keimanan.

Wahai kaum hawa,
Peliharalah dirimu. Karena bisa jadi kalianlah yang sengaja menarik kaum pria. Dengan sengaja atau tidak sengaja. Melalui kata tanya yang tak berguna, atau gambar rupa yang membuat mereka tak melepas pandangnya. Murahnya kalian jika demikian. Kau umbar dirimu tanpa sungkan yang menyebabkan dirimu sendiri terjebak dalam kubang kesulitan (atau kenistaan di hadapan pencipta alam?). Duhai Wanita kehormatan itu demikian berharga.. demikian berharga...

Wallahu a'lam..


(yaa muqollibal quluub tsabbit qolbii 'ala diinik... Wahai Rabb, luruskan hati ini hanya untuk-Mu, hanya pada-Mu.)




Updated 16 minutes ago · Comment ·

Thursday, January 7, 2010

Wanita Bermata Shangrila

oleh: Ardhi el Mahmudi


Pemuda itu terpekur, tak ada yang berani menegur. Dia tergugu dalam pilu, wajah kusut penuh kerut, mata berkaca menyimpan dalamnya duka. Dia tampak diam, namun rupanya masih ada gumam yang pelan terdengar,

"Shangrila, mata shangrila." Demikian gumamannya berulang-ulang.

Semua orang telah paham, dia pemuda dengan hati poranda. Karena keping-keping harapnya yang telah tersia. Kesedihannya bermuara pada seseorang. Seorang wanita bermata shangrila. Wanita itu telah menorehkan cinta yang sekejap berubah menjadi luka menganga. Kepahitan yang ia rasakan tak berujung. Kepiluannya mengisi tiap sudut relung.

Seorang sahabat mendekat, menyentuh bahu dan mendekapnya erat. "Ceritakan pada kami," katanya "Agar bebanmu di hati terkurangi. Berbagilah masalah, agar tak ada lagi resah."

Pemuda berhati poranda itu mulai bicara. Dengan suara pelan dia bercerita,

"Wanita itu, wanita bermata shangrila. Wanita yang membuat luka. Dia datang tanpa diundang, hanya bermula dari diskusi-diskusi ringan tentang tulisan. Dia memberi saran dan komentar, dan dengan senang hati memberi apresiasi. Kemudian, dia juga mulai bercerita tentang dirinya, berbagi pengalaman tentang kehidupan, suka duka yang ia jalani, pahit getir yang ia lalui. Kekagumanku pun muncul, simpatiku timbul. "

Pemuda berhati poranda itu berhenti sejenak, mengatur nafas yang mulai sesak.

"Suatu ketika ia nyatakan kerinduan. Berikutnya adalah kata sayang. Dan lelaki mana yang tak menerima saat wanita bermata shangrila ada di hadapannya. Dia penuhi hari-hari dengan sanjung pujian yang membesarkan hati. Simpulku, kami saling menyukai. Tapi rupanya itu hanya bayang-bayang semuku. "

Lagi, pemuda berhati poranda berhenti, dan di sampingnya sang sahabat masih setia menanti kata berikutnya.

"Suatu hari dia, wanita bermata shangrila itu berkata, 'Aku tak lagi bisa menyapa dan tak bisa memberi apa-apa., kau pun kuminta tak lagi menemui.' Saat itu akalku buntu, lidahku kelu. Rupanya dia telah mempunyai calon suami jauh hari sebelum aku ia datangi. Kecewaku panjang, kenapa ia tak katakan sejak awal. Sedang kini bunga-bunga itu terlanjur bermekaran. Hatiku dipenuhi tanya, untuk apa ia ungkapkan kerinduan dan kata sayang jika tak bisa menyatukan? Untuk apa ia tuangkan pujian dan sanjungan jika hanya akan meninggalkan? Sebenarnya Apa yang ada dalam benaknya hingga tega membuatku nestapa? Dia menggoreskan luka nganga yang entah kapan tersembuhkan."

Sang sahabat masih diam, siap mendengar kalimat lanjutan. Setelah yakin tak ada kata, rengkuhnya semakin erat. Sebagai isyarat sebuah nasehat tanpa ucap, "Engkau harus kuat."

Sahabat itu menatap lembut wajah tampan berkabut. Pemuda ini terlalu sering dilanda nestapa, tak sekali dua hatinya terluka.

"Tak adakah kata untukku."Pemuda berhati poranda ambil suara.

Sang sahabat tersenyum, dan mulai berbicara panjang.

"Ketika hati patah, akan tetap ada kecewa dan duka. Namun kehidupan ini tetap berjalan tanpa peduli keadaan kita. Tidak ada pilihan lain selain menerima apa adanya, berlapang dada, memasrahkan jiwa hanya pada-Nya dan berusaha sekuat tenaga menggapai cita-cita. Yah, karena itu semua lebih dekat dengan pintu surga."

Pemuda berhati poranda berdecak, nafas berat dihembuskan berharap kelapangan datang. "Dia wanita bermata shangrila." gumamnya kemudian.

Sang sahabat memandangnya, mencoba mengukur seberapa dalam nganga luka di hati sang pemuda.

"Tak kah kau ingat kata-katamu sendiri, " Sang sahabat diam sebentar, membiarkan kalimatnya mengambang untuk mencuri perhatian.

"Kata-kata yang kau pahat di hati sebagai prasasti? 'Masih banyak manusia yang harus ditemui, masih banyak kota yang harus disinggahi, kenapa harus berhenti?' Bukankah itu kata-katamu dulu? Apa hanya karena wanita kau akan korbankan cita? Apa hanya karena mata yang bak shangrila kau akan tumbang di tengah jalan? Tidakkah kau ingin mahkota cahaya tersemat di atas kepala kedua orang tua? Tidakkah kau ingin menjadi bagian keluarga-Nya yang berjalan di antara manusia...?"

"Kau belum pernah jatuh cinta." potong pemuda berhati poranda.

"Cinta? Cintamu itu semu! Hanya fatamorgana yang menipu. kalau memang cintamu diridhoi, kenapa larut dalam kalut? kenapa kau rasakan hatimu teriris sembilu? kenapa kau berkubang dalam kegelisahan dan kedukaan yang dalam? Dia bukan hakmu,bukan rizkimu. Wanita itu meskipun ia bermata shangrila lupakan saja."

Pemuda berhati poranda membantah,"Tak semudah itu..."

Sang sahabat menggelengkan kepala, "Aku mulai kehilangan akal menghadapimu. Cara apa lagi yang bisa kulakukan agar bisa membuatmu lepas dari belenggu benalu?"

Keduanya kemudian terdiam, larut dengan pikiran dalam kebisuan. Sang sahabat tak tega melihat pemuda berhati poranda tampak makin nelangsa. Dia pun kembali berkata,

"Engkau tentu sudah hafal di luar kepala apa yang akan kukatakan kali ini. Sebuah ayat yang paling engkau sukai di saat kecewa mendatangi." Sang sahabat berhenti sejenak menunggu reaksi.

"Sapi betina, tidakkah kau suka?" lanjutnya dengan nada canda.

Senyum setipis garis hadir di bibir. "Ya, Al Baqoroh." kata pemuda berhati poranda.

Sang sahabat menganguk sembari berkata, "Al Baqoroh, halaman ke tiga belas dari juz dua. baris pertama. Tentu kau ingat ayatnya."

"Aku ingat," Jawab sang pemuda berhati poranda. "216. Wa 'asaa antakrohu syaian wa huwa khoirul lakum, wa 'asaa antuhibbu syaian wa huwa syarrul lakum." Pelan ia lantunkan ayat Al Qur'an.

"Bukankah itu cukup untuk menerima semua dengan lapang dada?" tanya sang sahabat.

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu." Sang sahabat memberi jeda, dan berharap pemuda berhati poranda mau merenungkan kata-katanya.

"Kekalahan demi kekalahan itu memang menyakitkan.Memang berat memberi nilai pada kehidupan. Namun kepahitan yang dirasakan paling tidak akan menambah kedewasaan. Dan semoga saja melipatkan catatan kebaikan di mizan."

Mereka berdua kembali larut dalam kebisuan. Pemuda berhati poranda mencoba mencerna kata-kata sahabatnya. Dia memandang langit, berharap keluasan disana melapangkan hati sempit yang tersudut diantara sakit.

"Aku akan tetap mengenangnya..." kata pemuda berhati poranda memecah keheningan.

"Siapa?" tanya sang sahabat.

"Wanita bermata shangrila, siapa lagi kalau bukan dia?"

"Kamu masih mengharapkannya?" sambut sang sahabat dengan nada kecewa. Pemuda berhati poranda menggeleng.

"Seperti katamu, aku tak punya hak untuk itu."

"Lalu apa maksudmu mengenang ?"

"Aku akan mengenangnya sebagai teman yang pernah berbagi pengalaman, sebagai guru yang banyak mengajariku, sebagai saudara yang pernah mengatakan cinta dan sebagai adik kecil yang senantiasa mengharap rasa sayang dari kakaknya."

Sang sahabat tersenyum, "Asal kamu tak mengenangnya sebagai wanita yang pernah kau damba."

"Entah kalau itu, aku belum tahu apa aku akan mampu. Hanya saja akan kupatrikan harapan baru untuknya..."

"Apa itu?" Tanya sang sahabat.

"Wanita bermata shangrila, semoga dia dipertemukan dengan lelaki calon ahli surga yang akan menyertainya di dunia dengan cinta, dalam taqwa."

"Sebuah harapan mulia. Dan bagaimana denganmu?"

"Aku akan melanjutkan perjalanan, meniti jalan tuhan dan tak kan berhenti hingga mati."

"Dan bagaimana dengan kisah percintaanmu nantinya?"

"Yah mungkin akan berakhir seperti sayyid Quthb yang syahid di tiang gantungan dalam keadaan membujang, Atau seperti Imam Nawawi yang menjauhi pernikahan karena tak ingin berbuat dzolim pada wanita disebabkan oleh kezuhudannya pada dunia. Mungkin juga seperti Imam Ahmad bin Hanbal yang terlambat menikah karena kesibukannya mencari ilmu dan hikmah."

"Kenapa kau selalu mengambil contoh yang tampak tragis seperti itu? Kenapa tak ingin seperti Anas bin Malik saja? Yang punya panjang usia dan banyak anaknya?"

"Itu juga boleh."Timpal pemuda dengan senyum tersungging di bibir, rupanya hatinya tak lagi poranda.


Wonogiri, 2 November 2009. di kamar kerja saudara tua.
untuk Amrul dan El, semoga kalian bahagia hingga ke surga..

Friday, January 1, 2010

Serpih Kata di Sela Masa 2

November 14 2009 at 5:15am
Bukan hal asing bila manusia di dekatmu berkeluh kesah. Kau pun berlisan demikian, mengatakan hal yang kau rasa beban. Ah manusia, betapa sebenarnya ia makhluk hina dan sang Kholiq pun mengangkatnya menjadi mulia dia atas segala ciptaan-Nya

November 15 2009 at 5:41am
Cepat atau lambat. sekat-sekat penghalang dan dinding-dinding rintangan akan tersingkirkan. Bukankah setiap satu kesulitan diiringi dengan dua kemudahan? Inna ma'al 'usri yusro fa inna ma'al 'usri yusro..

November 16 2009 at 8:22am
Kadangkala ada keinginan untuk berhenti. Berhenti dalam merajut hari-hari, kemudian berubah menjadi orang biasa yang hidup dengan keadaan apa adanya tanpa memikirkan cita-cita. Tapi kenapa harus berhenti? Padahal Allah senantiasa menyertai. Kenapa harus menjadi orang biasa bila kita bisa menjadi orang besar dan menjadi pahlawan?

November 17 2009 at 7:38am
Bukan sekedar dengan angan-angan dan sikap angin-anginan, namun keras pada diri dan kesungguhan. Saat itulah cita-cita akan ada dalam genggaman..

November 19 2009 at 11:53am
Jalan panjang ini sengaja ditempuh, meski masih sering mengeluh. Berharap kan bisa bertahan hingga batas kemampuan atau hingga semua terselesaikan dalam rengkuhan....

November 20 2009 at 11:48am
Wahai diri yang terlalu lama berhenti. Akankah kau akan selalu begini? Meratapi hari-hari sepi yang kau ciptakan sendiri. Sampai kapan? Cukup sudah! Dan kini bergeraklah! Karena "Laa rohah lil mukmin illa fil jannah!!!" (Tidak ada istirahat bagi seorang mukmin kecuali di surga!)

November 21 2009 at 8:39am
Dia memang tidak selalu memberi yang kita inginkan... namun Dia selalu memberi apa yang kita butuhkan, qona'ahkah kita?

November 22 2009 at 10:03am
Kegagalan yang berulang bukanlah aib, bukan pula tanda kepengecutan seseorang. Aib dan kepengecutan hanyalah milik orang-orang yang takut akan kegagalan, milik orang yang memilih lari dari pertempuran, milik orang yang sudah menyerah saat baru melihat benteng kukuh milik musuh. Kegagalan demi kegagalan adalah titian tangga pelajaran menuju sebenar-benar kemenangan...

November 23 2009 at 12:04pm
Mereka menjalani kehidupan semaunya, mengikuti arus begitu saja. Tidakkah mereka sadari bahwa kehidupan ini terus berputar dan nantinya berakhir pada muara bernama kematian? Apakah mereka tidak berpikir tentang cita-cita tertinggi dan kehidupan yang abadi?

November 24 2009 at 8:02am
Aku bertanya padanya, "Kenapa menutupi diri?" Dan jawabnya, "Karena hati ini mudah terbolak-balik, Karena di setiap hati ada benih kebanggaan yang tersembunyi. Karena syirik kecil itu begitu halus dan selalu menghantui. Maka biarkan aku hidup di bumi tanpa diketahui. Biarkan aku berbuat tanpa dilihat. Dan aku bisa tenang tanpa memikirkan penilaian orang. Kemudian mencukupkan diri dengan apa yang ada di sisi Ilahi."

November 25 2009 at 5:37am
Berkorbanlah.. berkorbanlah! Karena pengorbanan adalah jalan yang ditempuh para pahlawan. Berkorbanlah... berkorbanlah! Karena pengorbanan pasti akan berbalas dengan keindahan tanpa kesudahan....

November 26 2009 at 5:54am
Kecantikan itu harta berharga, bukan barang murah yang bisa dinikmati dengan mudah. Dimana nilainya jika setiap mata begitu leluasa memandangi cantiknya rupa? Dimana harganya jika kecantikan telah diumbar, dipajang dengan ringan tanpa sungkan? (note: Ukhti, Kamu Cantik Sekali)

November 30 2009 at 6:33am
Adakalanya berbuat kebaikan itu harus dipaksa. Karena potensi fujur dan taqwa akan selalu berlomba untuk menguasai "raja" di dalam diri kita... Cukup dengan bismillah dan lakukanlah!

November 30 2009 at 10:07am
Saat waktu-waktu yang dilalui begitu tak berarti. Hari-hari kosongku terus menggurita melukai setiap mili potongan hati. Akankah berakhir obsesi-obsesi dalam diri? Cahayanya mulai meredup, kuharap ia tak padam di tengah jalan kehidupan.

(Petikan kata-kata di atas adalah kumpulan status di Facebook milik “Tiada Nama“)