Thursday, December 2, 2010

Izinkan Ia Buktikan Cinta

“Rambutnya mulai berubah warna.
Keperakan, menandakan usia yang beranjak senja.
Dalam mangu aku memandangi gurat-gurat di wajahnya.
Ayah, bunda, bakti ini memang belum seberapa,
tapi sungguh aku cinta…”
(Serpih Kata Di Sela Masa 1)


Foto itu selalu terselip di buku. Sudah lusuh, karena terlalu sering disentuh. Sebuah foto keluarga kecil yang tampak bahagia. Disana terlihat sepasang suami istri duduk di sebuah kursi panjang mengapit seorang gadis manis usia enam tahunan. Di belakang mereka berdiri dua anak lelaki usia belasan dengan senyum lebar penuh keceriaan.

Ia pandangi foto yang kini ada di tangannya. Matanya terpaku saat menatap dua wajah pasangan orangtua yang membesarkannya. Wajah ayah ibunya.

Dia sadar, di masa silam berulang kali selalu mengecewakan. Tak sekali dua dia matikan harapan yang diutarakan. Kemudian bertingkah semaunya tanpa peduli pada hati suami istri yang merawatnya sejak bayi.

Waktu pun berputar, dua insan yang katanya ia cinta tak lagi bisa dibilang muda, termakan usia dengan uban tumbuh di kepala. Namun ia tetap rasakan kasih sayang keduanya yang tak lekang, jua rasa cinta yang tak pudar. Bukan lagi sebuah keasingan jika kerinduan dan kekhawatiran mereka muncul saat ia bepergian. Dan elusan di kepala, juga kecupan di pipi atau dahi tak pernah bersudah meski ia tak lagi bocah.

Ingatannya menari, menghadirkan memori demi memori. Kenakalan demi kenakalan yang ia lakukan. Keengganan demi keengganan saat dimintai bantuan. Bantahan demi bantahan saat nasehat disampaikan. Keluhan demi keluhan yang tak sedikit tumbuhkan kegundahan. Pinta demi pinta yang kadang tak masuk akal namun tetap diusahakan.

Dan apa yang telah ia lakukan untuk keduanya? Balasan macam apa yang telah ia usahakan demi mengimbangi segala curah kasih mereka berdua? Tentu saja, saat ia ditanya, "Apakah engkau mencintai orang tua?" Ia akan dengan cepat menjawab "Ya!" Namun apa bukti cinta pada keduanya? Apakah rasa cinta yang hanya berupa kata tanpa bukti nyata mampu menggantikan segala yang telah diterima?

Bisakah ia mengganti perhatian dan penjagaan mereka sejak ia berada dalam kandungan?
Bisakah ia mengganti kesibukan dan kecemasaan di kala persalinan?
Bisakah ia mengganti malam-malam terjaga karena tangisan?
Bisakah ia mengganti air susu dan nutrisi yang telah ia telan?
Bisakah ia mengganti tetes keringat dan kelelahan yang sangat demi memenuhi kebutuhan sang anak?
Bisakah ia mengganti semua biaya pendidikan sejak ia tak kenal aksara hingga meraih gelar di belakang nama?
Bisakah ia mengganti segala pengajaran yang diberikan mulai dari disuapi hingga bisa makan sendiri, dikenalkan pada kata hingga bisa lancar bicara, keduanya juga siap menopang hingga ia mampu berjalan bahkan bisa lari mengejar.

Bisakah ia? Bisakah ia mengganti itu semua?

Keduanya mencurahkan segala daya demi harap akan kehidupan yang mapan dan cemerlang bagi buah hati tersayang. Tak hanya sehari dua hari, tak hanya setahun dua tahun, namun sepanjang usia yang mereka punya. Sejak ia dilahirkan ke dunia hingga batas akhir saat keduanya menutup mata. Tanpa jeda mereka berikan semua yang dipunya, tenaga, usaha, harta bahkan linang air mata.

Betapa tak punya hati jika ia melupakan segala apa yang diterima dari orang tua. Betapa tak punya budi jika balasan yang diberikan berkebalikan dengan pengorbanan yang dicurahkan.

Akankah ia balas belaian dan sentuhan sayang dengan corengan memalukan karena tingkah yang jauh dari adab kesopanan?
Akankah ia balas nasehat menuju kebaikan dengan cemoohan dan pembangkangan atas nilai-nilai ketuhanan?
Akankah ia balas pengajaran yang disampaikan dan harapan yang ditanamkan dengan ketidakpedulian dan keegoisan?
Durhakalah ia jika demikian. Durhaka berlipat ganda. Durhaka hingga kerak buana.

Selamanya tak akan tergantikan dengan sempurna. Semuanya tak mungkin dibalas hingga impas. Tak ada yang lebih pantas dilakukan kecuali membuat keduanya senantiasa sunggingkan senyuman setiap kali memandang. Bukan sekedar senyum biasa, melainkan senyum kelegaan, senyum kebanggaan dan senyum kesyukuran yang terus menghiasi hari saat mendapati sang buah hati telah tumbuh dalam balutan ajaran para nabi.

Tuntunan jalan akhirat telah sampaikan ayat demi ayat. Sebuah perintah sebagai langkah penghargaan atas kebajikan yang didapatkan.

"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Al Isro': 23-24)

Memang ia tak kan kuasa persembahkan bakti dan cinta yang sempurna, yang sebanding dengan segala limpahan dari keduanya. Hanya ada cita sebagai bukti cinta. Ada tekad yang lekat demi hutang budi yang tak kan terlunasi hingga ia mati. Harapnya menjadi pribadi terpuji yang bisa menjadi penyejuk mata bagi keduanya di hari tua. Inginnya menjadi anak penuh bakti yang akrab dengan kesholihan dan senantiasa mendoakan kebaikan. Asanya menggelora tuk persembahkan hadiah terindah yang tak ada duanya di alam fana, mendapati keduanya dianugerahi mahkota permata di kehidupan berikutnya, dibebaskan dari siksa dan dianugerahi bahagia tanpa jeda, di surga. Mohonnya pada yang maha agar segala niat dan tekad, segala cita dan asa segera terwujud nyata sebagai bentuk cintanya pada orang tua yang membesarkannya. Duhai yang Kuasa, izinkan ia buktikan cintanya pada keduanya….


 


[Kudus, sepanjang November 2010]

Friday, November 19, 2010

Barokallah! Barokallah!




barokallahu laka, wa baroka 'alaika, wa jama'a baina kuma fii khoiir..

 

aku kehabisan kata

hanya ada keharuan dan mata berkaca bahagia

saat seorang sahabat telah menggenapkan separuh diennya

dan harapan itu selalu mengisi kalbu

melihat bongkahan batu baru ini menguatkan pondasi

sebuah bangunan peradaban yang kan tegak menjulang

pernikahan bukan sekedar menenangkan,

bukan sekedar menghalalkan yang sebelumnya haram.

ini akar kemenangan,

saat keluarga menjadi madrasah bagi calon ulama

saat keluarga menjadi barak bagi calon tentara

saat keluarga menjadi awal mula segala seruan ketuhanan..

inilah benteng umat islam, kuatkan, pertahankan hingga ajal.

 

Kudus, 19/11/10. 14:24

(untuk SAHABAT JAKARTAKU, selamat menempuh hidup baru)


Thursday, September 23, 2010

Serpih Kata Di Sela Masa 6

18 Mei 2010, jam 13:19
Kusadar diri, aku bukanlah hamba yang sempurna ketaatannya. ku sadar diri, masih ada cacat cela ketika aku mengabdi. Namun pada siapa lagi kan ku tambatkan hati yang kotor ini, selain pada-Mu Robbi. Yang ku tahu maaf-Mu tak bertepi, yang ku mengerti ampunan-Mu seluas langit dan bumi. Mohonku, Kau tak jadikan aku bahan bakar untuk nyala api...


19 Mei 2010, jam 9:24
Saat tiada tempat tuk merapat. Ketika merasa tiada yang kan menerima. Tak perlu pelihara pilu. Ada satu yang selalu membuka pintu, selama engkau mau, selama nafas masih melaju di paru... "dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu dan berserah dirilah kepada-Nya..." (39:54)


19 Mei 2010, jam 18:46
Kenapa harus mengikat diri pada hal yang belum pasti. kenapa menghambakan diri pada sosok yang belum tentu memberikan kemanfaatan. hanya dengan sedikit rayuan dan kata-kata indah penuh kepalsuan, rela membutakan mata hati dan tak peduli pada hukum syar'i yang telah diketahui. Wahai diri, betapa rugi.. betapa rugi mengenyahkan ketaatan dan beralih dalam kubang kenistaan.


21 Mei 2010, jam 20:56
Wahai diri, mungkin engkau pernah tercela. Tentu saja setiap orang punya dosa. masih ada kesempatan kawan,masih ada peluang untuk sebuah perbaikan. Sungguh, pintu-Nya senantiasa terbuka untuk hamba-hamba yang berhasrat kembali pada-Nya. Jangan tanya kapan. Sekarang atau kau akan selamanya berada dalam kehinaan.


22 Mei 2010, jam 21:16
Kubaca sebuah surat untuk seorang sahabat dan kutemukan sebuah nasehat, "Saudara, agama itu bukan sekedar pelampiasan saat kita sedih atau gembira, agama bukan sekedar polesan muka atau ritual tanpa makna. Agama tak sekedar di masjid, tak sekedar di pengajian, tak sekedar di acara peringatan hari besar. Agama adalah tuntunan dari sang pencipta alam. Agama seharusnya ada dalam seluruh kehidupan seseorang."


05 Juni 2010, jam 6:34
Kelammu datang. Arahmu remang. Pekat dalam gelap, kau matikan cahaya gemerlap. Salahmu, kenapa kau turuti nafsu. Tanpa akal yang memikirkan, tanpa hati yang mempertanyakan, "Apakah ada kemanfaatan di akhirat nanti, adakah perbuatan ini mendatangkan ridho ilahi." Kesia-siaan, kesia-siaan. dan jawaban apa yang akan kau utarakan jika kesia-siaan itu dipertanyakan di pengadilan Ar Rahman?


11 Juni 2010, jam 21:58
Maafkan bila ada kesalahan dalam ucap dan sikap. mustahil manusia biasa senantiasa tanpa cela. tegurmu kutunggu, kumenanti kau menasehati, Ataukah kau lebih suka diriku berkubang kealpaan tanpa sadar, hingga kemudian digabungkan bersama ahlu naar? Atau kebencian itu begitu menggebu hingga kau enggan sampaikan peringatan? jika demikian, lisan siapa yang kan meluruskanku dari kekhilafan?


15 Juni 2010, jam 18:09
Kerinduanku pada hiburan yang menambah gelora semangat dalam perjuangan, kerinduanku pada lirik-lirik yang menambah kecintaan dalam pengabdian, kerinduanku pada suara-suara merdu yang menyeru pada ketaatan, kerinduanku pada alunan yang tidak melenakan, kerinduanku pada dendang yang tak menumbuhkan angan-angan panjang, duhai kerinduanku pada nasyid dan syair yang menambah keimanan...


25 Juni 2010, jam 7:59
Ada banyak kesalahan yang kerap tanpa sadar dilakukan karena telah dianggap wajar oleh sebagian besar kalangan, hingga lupa tak meminta ampunan. Padahal mungkin saja kesalahan yang telah dianggap wajar itu adalah pengantar pada siksaan yang tak berkesudahan.


27 Juni 2010, jam 5:09
Dengan usaha tanpa reda... demi asa dan cita-cita yang terpatri dalam jiwa. Diiringi doa tanpa putus... demi harapan dan hasrat yang tak boleh pupus.


28 Juni 2010, jam 6:49
Di sisi dunia islam yg lain terdengar erang rintihan, berteman dentum ledakan dan salak senapan.Sedang engkau larut dalam sorak dan komentar saat melihat si kulit bundar diperebutkan. Alangkah beda dunianya, yang satu berteman dengan hal yang beraroma kematian dan kemungkinan besar menggapai kesyahidan. Sedang yang lain? Larut dlm kelalaian yang entah apakah akan memberi kemanfaatan di hari kemudian atau ditenggelamkan dalam kehinaan


01 Juli 2010, jam 20:43
Lelaki itu terpaku menatap tulisan di layar monitornya, "Maukah kau menikah denganku?" Istighfar berulang ia gumamkan, berharap ampunan atas kesalahan yang tak sengaja dilakukan, mungkin saja ada kata yang ia anggap biasa namun telah menumbuhkan bunga rasa pada hati seseorang di seberang sana. Dan jawabnya, "Maaf, hanya ada doa. Semoga anda mendapat pria calon penghuni surga yang akan menemani dengan cinta dalam taqwa."


02 Juli 2010, jam 10:33
Pantang untuk mundur ke belakang atau berpaling oleh godaan yang melenakan. karena cita itu belum dalam genggam. lebih baik mati di jalan ini dari pada berhenti karena kesenangan yang belum tentu abadi.


04 Juli 2010, jam 7:24
Di usia belasan, para pemuda generasi terbaik sebelum kita berlomba memburu surga, menyibukkan diri dengan amal-amal penuh arti, mencurahkan segalanya demi kesenangan yang lebih abadi. Bagaimana dengan pemuda-pemuda kita?


06 Juli 2010, jam 10:14
Orang-orang itu, meski telah menyaksikan bulan terbelah, tetap saja cacian mereka lontarkan tanpa lelah. meski telah mendengar bermacam hujjah, tetap saja mereka ingkar akan risalah. Syukurlah, meski kita tak hidup di zaman Rasul mulia, tak jua berjumpa dengan sosoknya, hidayah telah menyapa. Betapa keimanan ini adalah anugerah terindah dan kenikmatan yang tak pernah bersudah. Alhamdulillah... alhamdulillah...


07 Juli 2010, jam 14:57
"Apa yg kau pinta?" tanya sahabatnya. Jawabnya, "Aku berdoa: Wahai Allah jika dia baik bagiku, baik bagi agamaku, mendatangkan keridhoan-Mu dan menambah kecintaanku pada-Mu maka mudahkanlah jalannya. Namun jika dia tidak baik bagiku, tidak baik bagi agamaku, mendatangkan kemurkaan-Mu dan menjauhkanku dari-Mu maka hilangkan perasaan ini dari hati dan anugerahkan sosok yang lebih baik lagi, yang akan menemani hari-hariku dalam mengabdi."


09 Juli 2010, jam 10:01
Kita bukan yang utama, ada banyak manusia di sisi dunia lainnya yang belum lama belajar namun lebih teguh dalam memegang keyakinan. Ada banyak insan yang belum lama mengenal ajaran namun begitu bersemangat mengamalkan. Ada banyak yang berlatar belakang pendidikan kaum abangan namun lebih bersegera menuju panggilan Rabb semesta alam. Kita bukan yang utama, semestinya berlomba menjadi yang pertama, dalam ketaatan, dalam kebaikan dan dalam mengamalkan ajaran arRahman


12 Juli 2010, jam 18:35
Duhai jiwa jangan tunda menuju-Nya. karena sang masa tak pernah menunda putarannya hingga nanti di batas mati. jua karena sang waktu tak kan peduli dengan keadaanmu, dia akan terus melaju tanpa mendengar rengekmu, tak jua mengenal kata "tunggu, nanti dulu."


14 Juli 2010, jam 21:16
Maafkan. mungkin memang mengesalkan, menyesakkan dan terlalu memaksakan. namun beginilah caraku mencinta. berharap semua hanya demi kesenangan yang tak pernah fana. mungkin memang berasa beda, jauh dengan apa yang kau damba, namun demikianlah caraku mencinta. demi berupaya bersegera menyusul generasi pertama. jangan paksa jika kau tak suka, berlalulah jika kau merasa lelah, moga kan kau temukan sosok yang lebih indah.


17 Juli 2010, jam 20:44
Saat ajakan kebaikan tak dihiraukan. ketika seruan menuju ketaatan tak diindahkan. Kesedihan hadir tak terelakkan. Dan ia hanya bisa menghibur diri dengan berkata dalam hati. "Duhai Rabbku, aku hanya penyeru dan hidayah adalah milik-Mu..."


18 Juli 2010, jam 20:13
Tak kan kau dapatkan ilmu hanya dengan menunggu, tak jua kan dianugerahkan hikmah tanpa berpayah lelah, bepergianlah demi kemuliaan yang dijanjikan. tidakkah kau ingin mendapat naungan sayap malaikat dan kedudukanmu di akhirat diangkat beberapa derajat? Sungguh ini adalah langkah fii sabilillah hingga pulang ke rumah...


06 Agustus 2010, jam 17:49
Mari kita sedikit peduli dengan nasib diri sendiri. Nasib di masa depan nanti. Nasib setelah kita mati. Nasib saat kita dibangkitkan kembali. Selagi masih ada masa di dunia, inilah kesempatan yang tak diketahui kapan akhirnya. Sebelum nyawa terlepas dari raga, jangan lagi tunda tuk bersegera menuju-Nya, demi keridhoan-Nya, demi meniti jalan ke surga...


07 Agustus 2010,  jam 5:47
"Jangan nakal." Demikian pesan sang bunda. Sebuah pesan universal dengan bahasa sederhana, begitu singkat namun memuat berjuta makna dan asa. "Jangan nakal." berarti diminta untuk tak melanggar aturan yang ditetapkan. "Jangan nakal." berarti mengharapkan kita untuk senantiasa dalam koridor kebaikan. "Jangan nakal." berarti mengharapkan kita menjadi bagian dari keshalihan


27 Agustus 2010, jam 12:42 (edisi ramadhan)
Bulan penuh berkah telah berlalu setengah. Saat ini pintu-pintu surga masih dibuka, pahala ibadah masih berlipat ganda, belenggu-belenggu masih mengikat erat setan-setan terlaknat, dan pintu-pintu neraka pun masih tertutup rapat. Bersegera... bersegera... Jangan lagi ada waktu tersia di sisa Romadhon yg tinggal setengahnya. Karena tak ada jaminan tahun depan kita kan bersua lagi dengannya...


03 September 2010, jam 12:56 (edisi ramadhan)
Dua kegembiraan... dua kegembiraan... Kegembiraan pertama telah didapatkan tiap senja saat kumandang adzan menggema. Dan esok kan didapatkan kegembiraan kedua saat berjumpa dengan sang pencipta di akhirat sana. Akankah kita? Semoga romadhon kali ini tak tersia dan nantinya kegembiraan kedua pun bisa dihimpun dengan sempurna...


09 September 2010, jam 4:53 (edisi ramadhan)
Puasa hari terakhir. Semoga ketaatan kita tak turut berakhir. Satu bulan menahan lapar atas dasar firman tuhan demi sebuah tingkatan. Ketaqwaan... ketaqwaan... Sudahkah didapatkan dan telah menghiasi kehidupan?


09 September 2010, jam 18:54 (edisi ramadhan)
Beduk bertalu, ramadhan berlalu. Manusia bergembira akan tibanya hari raya. Namun setan pun ikut tertawa karena telah bebas dari belenggu yang mengikatnya.

(Petikan kata-kata di atas adalah kumpulan status di Facebook milik “Tiada Nama“ -ardhi el mahmudi-)

Thursday, September 9, 2010

Arti Kemenangan Setelah Ramadhan

Di penghujung Ramadhan, sebagian besar kalangan disibukkan oleh masalah makanan yang disajikan atau barunya pakaian. Dan berapa dari mereka yang peduli akan amal-amal sepanjang bulan Ramadhan yang mereka lakukan? Padahal bisa jadi amal-amal itu dinilai usang oleh Sang pencipta alam dan kemudian dicampakkan tanpa balasan yang telah dijanjikan.

Alangkah meruginya jika Ramadhan berlalu dari hadapan namun hanya rasa lapar dan dahaga yang didapatkan.
Alangkah merananya jika Ramadhan telah pergi meninggalkan namun tak ada pahala dan ampunan yang dianugerahkan.
Alangkah nestapanya jika Ramadhan telah berganti bulan namun tiada bekas ketaqwaan yang tinggal dalam diri seseorang.

Dan lihat pula, ada banyak manusia bergembira, seakan mereka baru keluar dari penjara. Merasa merdeka setelah sekian lama terbelenggu kebebasannya dan tersiksa karena harus menahan lapar dan dahaga sepanjang siangnya.
Andai mereka tahu, saat Ramadhan berlalu, langit dan bumi menangis dan bersedih hati. Demikian juga para malaikat yang larut dalam ratap atas musibah yang menimpa kita, para manusia.

Inilah musibah...
Inilah musibah, ketika belenggu-belenggu syetan mulai dilepaskan dan mereka kembali leluasa menggoda manusia dengan bisikan-bisikannya.
Inilah musibah, ketika malam-malam tak akan ada lagi qiyam ramadhan. Dan di saat siang tak ada lagi perisai yang menahan seseorang dari hal-hal yang diharamkan.
Inilah musibah, ketika pahala amal ibadah yang sepanjang bulan puasa berlipat ganda menjadi kembali biasa seperti bulan-bulan lainnya.
Inilah musibah, ketika tak ada lagi ampunan jua pembakaran kesalahan yang dijanjikan layaknya sepanjang bulan Ramadhan.
Inilah musibah itu. Ketika keutamaan ramadhan, keberkahan dan kelezatan peribadatan telah berlalu seiring dengan beduk takbiran yang bertalu.

Manusia, mereka pun bersuka ria saat hari raya. Dengan pakaian barunya. Dengan hidangan yang berlimpah di meja. Dan berkata, "Inilah hai raya! Inilah hari kemenangan bagi kita." Tak ada salahnya berbahagia di hari raya dengan mengenakan pakaian yang indah di pandangan mata, juga makanan lezat yang menggugah selera.
Namun, apa artinya hari raya dan kemenangan jika selepas ramadhan tiada ketaqwaan yang bersemayam?
Apa arti hari raya dan kemenangan jika tanpa bertambahnya ketaatan setelah berpuasa satu bulan?
Apa arti hari raya dan kemenangan jika kembali melakukan kemaksiatan berulang setelah dosa-dosanya dihapuskan?
Apa arti hari raya dan kemenangan jika amal kebaikan dan kesholihan hanya dilakukan selama satu bulan, sedang sebelas bulan yang lain kembali menjadi pendukung kemunkaran dan berjalan di jalan syetan?

Sungguh! Kemenangan setelah Ramadhan bukanlah karena pakaian baru yang dikenakan seseorang. Hari Raya bukan pula milik orang-orang yang melampiaskan kesenangan dengan berlebihan setelah merasa dibelenggu oleh istilah "pengekangan hawa nafsu."
Namun hari raya dan kemenangan adalah milik orang-orang yang senantiasa bertambah ketaatannya dan terus berusaha merentas jalan menuju taqwa di sebelas bulan berikutnya.
Wallahu a'lam.

Kudus, 9 Sept 2010. menjelang tengah malam -23.44-

Tuesday, July 13, 2010

Apresiasi Cerpen : Wanita Bermata Shangrila

"SURGA" TAK SELALU INDAH


Oleh: Eli Fatimah Azzahra,S.S.*




Tak jarang cerpen yang mengangkat tema Cinta, termasuk cerpen yang berjudul “Wanita Bermata Shangrila.” penulis mengangkat sebuah tema yang sudah sangat umum. Akan tetapi, penulis bisa meramu kata dengan indah sehingga kesan picisan sangat jauh dari cerpen ini.

Cerita ini mengisahkan intrik kehidupan cinta seorang pemuda yang selalu gagal. Ketika kegagalan kedua yang dia alami serasa menghancurkan, angannya melambung saat ada seorang wanita memasuki hidupnya. Sejuta harapan dia gantungkan. Selaksa mimpi dia angankan. Akan tetapi, kenyataan tak seindah mimpinya. Alangkah terkejutnya ketika sang pemuda mengetahui kalau si gadis telah mempunyai calon suami. Kekecewaan yang dalam karena si gadis datang memberi harapan kepada sang pemuda tetapi dia menghancurkannya dalam sekejap. Perasaan kecewa ini jelas tersurat dalam sepenggal ceritanya:…“Saat itu akalku buntu, lidahku kelu. Rupanya dia telah mempunyai calon suami jauh hari sebelum aku ia datangi. Kecewaku panjang, kenapa ia tak katakan sejak awal. Sedang kini bunga-bunga itu terlanjur bermekaran. Hatiku dipenuhi tanya, untuk apa ia ungkapkan kerinduan dan kata sayang jika tak bisa menyatukan? Untuk apa ia tuangkan pujian dan sanjungan jika hanya akan meninggalkan?..." Beruntung sang pemuda mempunyai seorang sahabat yang tidak sekedar menghiburnya tetapi juga memberikan solusi.

Nuansa agamis sangat kental di setiap pembicaraan kedua tokoh ini. Bahkan sahabat tersebut mengatakan bahwa cinta si tokoh itu semu, hanya fatamorgana yang menipu. Itu menandakan bahwa cinta terhadap makhluk tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan cinta pada sang pencipta. Nuansa agamis ini juga kentara ketika cerita disisipi dengan ayat AlQuran yang dalam cerita itu sangat disukai oleh sang tokoh. Berikut cuplikannya:…“Al Baqoroh, halaman ke tiga belas dari juz dua. baris pertama. Tentu kau ingat ayatnya.”“Aku ingat,” Jawab sang pemuda berhati poranda. “216. Wa ‘asaa antakrohu syaian wa huwa khoirul lakum, wa ‘asaa antuhibbu syaian wa huwa syarrul lakum.” Pelan ia lantunkan ayat Al Qur’an.“Bukankah itu cukup untuk menerima semua dengan lapang dada?” tanya sang sahabat.“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu.”… .

Kekuatan cerpen ini selain terletak pada nuansa islami yang kental juga pada diksi atau pilihan katanya. Pemilihan judul yang menggunakan kata-kata yang tidak biasa, "Shangrila" yang berarti surga. Kata itu sudah memprovokasi pembaca untuk membaca isi cerpennya. Selain itu, dengan adanya cuplikan ayat Al Quran diharapkan pembaca yang menikmati cerpen ini sampai pada katarsis atau penyucian jiwa. Inilah tujuan tertinggi sebuah karya sastra dilahirkan. Penulis lihai memilih kata sehingga pembaca ikut hanyut dalam masalah si tokoh.

Cerpen ini mengingatkan kita pada novel penulis best seller Indonesia, Habiburrahman El Shirazy yang berjudul “Pudarnya Pesona Cleopatra”. Secara sekilas cerpen ini memang berbeda walaupun sama-sama mengangkat tema Cinta. Akan tetapi, bisa diambil benang merah di antara keduanya yaitu: Kedua tokoh utamanya sama-sama tidak mendapatkan cinta yang diinginkan. Akan tetapi di balik itu, sesungguhnya Allah telah mempersiapkan seseorang yang tepat untuk mereka. Ada dua pemeran utama dalam novel mini ini. Pria yang memperistri wanita bernama Raihana tanpa ada cinta sebelumnya, karena pernikahan mereka hanya karena berbakti pada orang tua. Raihana dideskripsikan sebagai seorang wanita yang cantik, berjilbab rapi, dan hafidz Al Qur’an. Posturnya yang semampai dan lembut. Ia mencintai suaminya sepenuh hati walaupun sang suami belum bisa mencintainya. Karena tokoh “Si Aku” dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra mencintai gadis Mesir yang sangat cantik dan di matanya hanya gadis Mesirlah yang cantik. Dia berontak dan tak jarang membuat istrinya sakit hati. Akan tetapi, istrinya selalu sabar menghadapinya. Sampai suatu ketika dia sadar dan ingin kembali pada istrinya. Tapi sayang, istri yang baru saja ia inginkan telah meninggal dalam keadaan mengandung anaknya karena kecelakaan. Ironis memang.

Tak ada gading yang tak retak. Begitu juga dengan cerpen ini. Kelemahan pada cerpen ini terletak pada konfliknya yang kurang greget sehingga kesan ceritanya datar. Penulis seharusnya bisa lebih mengombang-ambingkan perasaan pembaca dengan konflik yang kompleks.
Dilihat dari jenis kekuatan yang saling berlawanan, konflik dibedakan sebagai berikut:
1) Man vs. Man (physical) : Tokoh utama menggunakan kekuatan fisiknya berhadapan dengan tokoh-tokoh orang lainnya, kekuatan alam, maupun binatang
2) Man vs. Circumstances (classical) : Tokoh utama berhadapan dengan takdir atau situasi-situasi dalam kehidupan
3) Man vs. Society : Tokoh utama berhadapan dengan ide, pemahaman, maupun politik dari sekelompok orang
4) Man vs. Himself/Herself (psychological) : Tokoh utama berhadapan dengan dirinya, jiwanya, pemikiran yang benar maupun salah tentang dirinya, keterbatasan kemampuan, pilihan yang dibuatnya, dan lain-lain.

Pada cerpen ini, penulis lebih mengolah konflik batin si tokoh. Pertentangan yang ada dalam dirinya tentang kekecewaaan terhadap orang yang telah memberikan harapan cinta padanya menjadi fokus penceritaan. Konflik seperti ini bisa sangat menarik atau malah menjadi bumerang.
Menarik apabila penulis bisa mengolah masalah mulai dari gawatan (rising action) sampai dengan klimaks kemudian diakhiri dengan ending yang mengejutkan pembaca. Konflik pada cerpen ini kurang diramu sehingga menjadikan cerita sedikit monoton dan datar. Menarik apabila penulis bisa menyajikan permasalahan dari awal sehingga kesan ceritanya lebih berliku dan diakhiri dengan ending yang cantik. Pola umum alur dalam sebuah cerita antara lain:
- Bagian awal: paparan (exposition), rangsangan (inciting moment), gawatan (rising action)
- Bagian tengah: tikaian (conflict), rumitan (complication), klimaks
- Bagian akhir: leraian (falling action), selesaian (denouement)

Cerpen Wanita Bermata Shangrila terlalu lugu atau terlalu mengikuti pakem ini dalam membuat alur. Mungkin disebabkan karena kehati-hatian penulis atau alasan lain. Cerita ini mungkin akan lebih menarik apabila ada loncatan-loncatan alur yang bisa membuat pembaca lebih penasaran dengan step alur selanjutnya. Terlepas dari kekurangan tersebut, cerpen ini bagus untuk bahan katarsis dan untuk muhasabah diri. Apalagi untuk mereka yang merasa kurang beruntung karena tidak mendapatkan seseorang yang mereka cintai. Yang seharusnya bersyukur karena Allah akan memberi apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan.


*Penulis -Eli Fatimah Az Zahra- , saat tulisan ini diunggah masih tercatat sebagai pengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia di MA Citra Cendekia, Jakarta

Wednesday, June 9, 2010

Pesan untuk para Bujang

--------------------------------------
Untukmu Calon Qowwam
--------------------------------------

Obrolanmu tidak bermutu saat membahas tentang perwujudan tulang rusukmu, hanya hayalan dan angan-angan. Apa dikira mudah menjadi qowwam di sebuah rumah? Bagaimana mungkin mendapat istri sholihah, sedang kau tak pernah memperhatikan kondisi ruhiyah? Kau pun tak juga berusaha menyempurnakan pengetahuanmu tentang ajaran ArRohman padahal kau adalah calon imam bagi salah satu pondasi peradaban. Hanya dengan berkoar dan sesumbar tak akan menjadikanmu qowwam idaman
(Serpih Kata di Sela Masa 5, May 11, 2010 at 6:26am)

Pernyataan cinta yang belum saatnya, janji untuk sehidup semati tanpa persiapan diri hanya akan mengantar pada ingkar atas pengabdian pada yang Maha Besar. Tutup saja pintumu. Kelak jika tiba saatnya, buka kembali dan melangkahlah dengan pasti sebagai laki-laki yang siap menanggung sebuah konsekuensi. Karena nantinya semua bermuara pada apa yang telah dituliskan-Nya, tinggal kita memilih jalan yang mana, dalam bingkai ketaatan syariat atau keingkaran yang membuahkan laknat
(Serpih Kata di Sela Masa 5, May 12, 2010 at 12:48pm)

Sahabat, keputusanmu sudah tepat. Mengekangnya dengan janji tak pasti hanya akan membuat ia gamang dan larut dalam hayal tanpa kemanfaatan. Lebih baik begitu, lepaskan dan biarkan ia bebas tentukan pilihan. Hingga nanti, saat kau telah siap datanglah dengan kejelasan sikap. Kalaupun telah didahului maka Allah pasti akan menyiapkan pengganti yang lebih baik lagi.
(Serpih Kata di Sela Masa 5, April 10, 2010 at 9:24am)

Sahabat itu bicara padaku sekedar untuk menguatkan agar tekad yang ia tanam tak pudar, "Saat kerinduan merajam-rajam, hasrat ingin menyapa itu membakar. Namun, janji pada diri harus ditepati kalau memang aku seorang laki-laki. Serahkan saja pada yang Kuasa. Karena Dialah yang akan menentukan hasil akhir dari usaha. Semoga yang kulakukan ini berbuah ridho-Nya dan surga."
(Serpih Kata di Sela Masa 5, May 14, 2010 at 4:12pm)

------------------------------
Untukmu Calon Ibu
------------------------------

Kenapa harus mengikat diri pada hal yang belum pasti. kenapa menghambakan diri pada sosok yang belum tentu memberikan kemanfaatan. hanya dengan sedikit rayuan dan kata-kata indah penuh kepalsuan, rela membutakan mata hati dan tak peduli pada hukum syar'i yang telah diketahui. Wahai diri, betapa rugi.. betapa rugi mengenyahkan ketaatan dan beralih dalam kubang kenistaan.
(status by "Tiada Nama" May 19 at 6:46pm )

Dia hampir kehilangan hati, Ketika segumpal darah itu dibiarkan dijamah tangan yang baginya begitu ramah. Dia hampir kehilangan hari saat waktunya senantiasa diiringi sapaan salam penuh alunan kerinduan. Dia hampir kehilangan diri saat menyambut sosok yang baginya terpuji datang mengisi. Dia hampir kehilangan semua, karena memang belum masanya untuk memelihara bunga di jiwanya...
(status by "Tiada Nama" May 17 at 7:08pm)

Sunday, June 6, 2010

Serpih Kata di Sela Masa 5

March 1, 2010 at 7:46am
Ah, seharusnya aku tak iri, lebih-lebih mendengki. Karena setiap capaian merupakan cerminan kesungguhan dari kerja keras yang mereka lakukan, juga dari doa-doa panjang yang dipanjatkan. Cukup pandangi saja diri, seberapa keras usaha dan doa yang telah dilakukan, dan sejauh itu pula yang akan didapatkan. (note: Capaian itu baru dalam anganku)

March 3, 2010 at 2:22pm
Bagaimana mungkin seseorang mengharap sesuatu yang besar sedang ia hanya berangan-angan, tanpa usaha nyata, juga tanpa pinta pada pemilik alam Raya. Bagaimana mungkin seseorang mendapatkan hal yang luar biasa sedang ia tak juga mau keras bekerja, cepat menyerah dan berkeluh kesah dengan kata "aku lelah". (note: Capaian itu baru dalam anganku)

March 4, 2010 at 5:26am
demikianlah kehidupan, setiap manusia diberi takdir yang berbeda-beda. Peran yang tidak sama, ujian kehidupan yang sesuai dengan karakter dan kemampuannya. Maka syukuri saja apa adanya karena itu lebih dekat pada pintu surga. Dan tentu saja terus berusaha menggapai capaian yang lebih sempurna, hingga nantinya bisa terpuji di hadapan pencipta. (note: Capaian itu baru dalam anganku)

March 8, 2010 at 7:34am
Pada-Nya dikeluhkan segala ingin, bagi-Nya semuanya mungkin. Kau tak kan bisa berpaling.

March 23, 2010 at 6:48am
Lagi-lagi masalah rasa yang berawal dari dunia maya. Heran, meski hanya lewat tulisan, tak juga melihat tampang karena tak ada gambar dipajang kenapa masih bisa timbulkan godaan? Memang tipu daya syetan seringkali mengenai tanpa disadari. Wahai Rabb, lindungi kami..

March 26, 2010 at 1:29pm
Sang buaya maya pun tertawa, saat sang wanita kembali ke hadapannya.Sedang si perempuan, entah menghilang entah terbang.Dan aku hanya bisa menggeleng heran, dimana akal wanita itu diletakkan? Setelah disakiti, jua mengerti kebusukan sang lelaki masih saja mendekat dan terpikat. Bermain dengan taruhan hati dan tak peduli akan perasaan si perempuan yang banyak diam.Tapi apa peduliku, toh aku hanya pengamat yang numpang lewat.

March 31, 2010 at 6:37pm
Celetukan selepas pulang pengajian, seseorang menegur sahabat di sampingku, "Wah tambah gemuk sekarang mas, rahasianya apa?" Dengan senyum jenaka dia menjawab, "Menikahlah." Orang itu sambil tertawa kecil kembali bertanya, "Kalau nanti aku nikah terus gak gemuk sampeyan tak labrak ya?" Sahabatku menjawab enteng, "Kalau kamu gak jadi gemuk setelah nikah, berarti pernikahanmu bermasalah."

April 1, 2010 at 5:54pm
"Ibu ingin punya menantu yang bisa mengaji sehingga kelak bisa mengajari anak-anakmu di usia dini. Agar tidak seperti ibu ini yang tak mampu mengajari anaknya sendiri mengaji." Ah, harapan sederhana seorang bunda. Dan janjiku, insya Allah bu...

April 3, 2010 at 7:45pm
Cerita yang mampir di telinga, lagi-lagi tentang lelaki pengecut yang peragu dan suka mencari alasan yang mengada-ada. Mengajukan diri untuk berta'aruf tapi tiba-tiba membatalkan tanpa alasan, tanpa istikharah pula. Duhai kaumku, mereka yang kau sakiti itu, yang kau permainkan hatinya itu punya perasaan yang sama dengan ibu-ibu kita, bibi-bibi kita dan saudara perempuan kita. Dimana kau taruh akalmu...

April 4, 2010 at 5:26pm
Kuterima sebuah tulisan tangan dengan awalan yang menggetarkan, "Seringkali mata pena lebih tajam dari pedang. Dan semoga tulisanku bisa menusuk lebih dalam, meski mungkin saja akan menimbulkan luka. Namun kuharap bukan luka yang membusuk melainkan luka yang menyembuhkan."

April 5, 2010 at 8:19pm
Kuyakinkan pada diri, ampunan-Nya tak bertepi. Kasih-Nya seluas samudra, pintu itu masih terbuka... Semoga akhir kata di lisan ucapan meng-Esa-kan, semoga akhir amal perbuatan datangkan keridhoan

April 7, 2010 at 8:33pm
Wajahnya kian berkabut, larut dalam balut kesedihan yang mulai tersulut. Sesalnya panjang atas hari kosong yang terulang. Terbelenggu kesiaan sapaan tanpa kepentingan. Ia rindu harinya yang lalu, ketika lisannya sering basah oleh kalam pencipta Alam, jua ketika malamnya larut dalam sungkur di saat makhluk lainnya terbelenggu dengkur. Sesak di dada menahan laju rindu yang menggebu, terlampiaskan dengan jeritan "Robbi aku ingin kembali."

April 10, 2010 at 9:24am
Sahabat, keputusanmu sudah tepat. Mengekangnya dengan janji tak pasti hanya akan membuat ia gamang dan larut dalam hayal tanpa kemanfaatan. Lebih baik begitu, lepaskan dan biarkan ia bebas tentukan pilihan. Hingga nanti, saat kau telah siap datanglah dengan kejelasan sikap. Kalaupun telah didahului maka Allah pasti akan menyiapkan pengganti yang lebih baik lagi.

April 19, 2010 at 9:38am
Wahai diri, jangan bangga dengan bertambahnya deret angka usia. Karena belum tentu kamu menjadi dewasa. Namun ketuaanmu adalah kepastian yang menunjukkan mendekatnya waktu kematian. Di balik perputaran waktu ada banyak tugas menunggu. Di sela masa yang berjalan, ada hari-hari menanti penuh perjuangan. Hidup di dunia hanya sekali, maka penuhilah dengan prestasi. bukan di mata manusia, tapi yg terpenting di hadapan sang pencipta.

April 20, 2010 at 6:00am
Ketampananmu tak berarti, karena tak menjamin kamu akan diridhoi. ketampananmu tak berguna, karena seseorang masuk surga bukan karena tampannya rupa... (note: Wajah tampan, percuma!)

April 26, 2010 at 8:32pm
Bapak-bapak itu, di usia yang tak lagi muda, mereka mengeja satu demi satu huruf asing yang bukan dari bahasanya. a! ba! ta! - ta! ba! a!- Penuh semangat, meski dengan lisan yang sudah kaku dan berat. Memang tak ada kata terlambat untuk sebuah kebaikan, demikian keyakinan yang seharusnya ditanamkan. Bagaimana dengan kita yang masih muda, sudahkah bisa membaca Al Qur'an dengan baik dan benar? Atau menunggu kepala beruban untuk mulai belajar?

April 28, 2010 at 6:37pm
labuhkan saja kemana kau suka, di pelabuhan hati yang kau kehendaki. lelaki yang kau rindui, masih belajar mencintai sembari meraba-raba jalan kedewasaan jua bertarung dengan kerendahan yang bersemayam. (untuk seseorang yang mengaku rindu)

May 8, 2010 at 6:46am
Saatnya akan tiba, suatu saat akan sempurna. sesuai dengan yang diharapkan dan yang dicitakan, insya Allah... Kalaupun tidak, pasti akan digantikan dengan yang lebih baik dari yang didambakan.

May 8, 2010 at 3:29pm
wahai para ukhti, mohon maaf sblmnya, sekedar saran. hapus saja foto-foto pribadi anda dari media ini. Karena tidak semua pria bisa menundukkan pandangnya, foto anda pun bisa dicopy sesuka hati. Kemudian disimpan di komputer-komputer pribadi. Tak terbayang ketika anda nanti telah bersuami sedang foto diri tersebar, terumbar disimpan oleh banyak orang. Sekedar menjaga diri, sebelum sesuatu yg tak berkenan terjadi.

May 11, 2010 at 6:26am
Obrolanmu tidak bermutu saat membahas tentang perwujudan tulang rusukmu, hanya hayalan dan angan-angan. Apa dikira mudah menjadi qowwam di sebuah rumah? Bagaimana mungkin mendapat istri sholihah, sedang kau tak pernah memperhatikan kondisi ruhiyah?Kau pun tak juga berusaha menyempurnakan pengetahuanmu tentang ajaran ArRohman padahal kau adalah calon imam bagi salah satu pondasi peradaban. Hanya dengan berkoar dan sesumbar tak akan menjadikanmu qowwam idaman

May 12, 2010 at 6:37am
Wahai Sholahuddin... ajari kami, palestina masih belum merdeka, namun para pemuda begitu ringan bercanda dan tertawa, tak juga berdoa untuk saudara-saudaranya yang berjuang disana. Duhai Syaikh Azzam.. ajari kami, Afghanistan masih tertekan, namun para pemuda masih juga berlebihan dalam membahas percintaan dan angan-angan, tak juga mendoakan kemenangan dan pertolongan.

May 12, 2010 at 9:27am
Terkadang kesombongan itu merasuk dengan samar. Tanpa sadar tingkah dan polah mulai menyiratkan kebanggaan. Hingga mulai menyampingkan rasa bahwa diri adalah hamba yang tanpa kuasa apa-apa.

May 12, 2010 at 12:48pm
Pernyataan cinta yang belum saatnya, janji untuk sehidup semati tanpa persiapan diri hanya akan mngantar pada ingkar atas pengabdian pada yang Maha Besar. Tutup saja pintumu. Kelak jika tiba saatnya, buka kembali dan melangkahlah dengan pasti sebagai laki-laki yang siap menanggung sebuah konsekuensi. Karena nantinya semua bermuara pada apa yang telah dituliskan-Nya, tinggal kita memilih jalan yang mana, dalam bingkai ketaatan syariat atau keingkaran yang membuahkan laknat

May 13, 2010 at 8:50am
Mencoba mengenyahkan hasrat tercela dari jiwa. Kemudian mendaki, menapaki tangga-tangga ketaatan tanpa jeda. namun kenapa keistiqomahan itu tak jua menyapa. Sungguh wahai diri tanpa kuasa-Nya kau tak akan sanggup melangkah di jalan taqwa, tanpa anugerah-Nya kau tak kan bisa bertahan di jalan-Nya.... Allahumma a'inni 'ala dzikrika wa syukrika wa husni 'ibadatik...

May 14, 2010 at 4:12pm
Sahabat itu bicara padaku sekedar untuk menguatkan agar tekad yang ia tanam tak pudar, "Saat kerinduan merajam-rajam, hasrat ingin menyapa itu membakar. Namun, janji pada diri harus ditepati kalau memang aku seorang laki-laki. Serahkan saja pada yang Kuasa. Karena Dialah yang akan menentukan hasil akhir dari usaha. Semoga yang kulakukan ini berbuah ridho-Nya dan surga."

May 15, 2010 at 5:52am
Dia datang tanpa diundang.Tak peduli entah kita siap menyambutnya atau enggan menerima. Dia datang tanpa kabar, tanpa pemberitahuan. Sering kali datangnya malah tiba-tiba tanpa disangka-sangka. Anak-anak, para pemuda atau pun orang tua, bisa didatanginya kapan saja. Tak mengenal batas usia, tak kenal masa, tak peduli bermacam cuaca, bila tiba saatnya maka ia tak akan tertunda. Duhai kematian, semoga ku bisa mnyambutmu dengan senyuman

May 16, 2010 at 10:22am
Ingin menulis sepuasnya, hingga semua beban di dada tak lagi terasa, hingga kelegaan kembali menyapa, hingga rasa merdeka tak lagi tertutupi lara. namun pastinya beban, kesempitan, tekanan dan himpitan akan terus datang bergantian, sebagai bentuk pembelajaran langsung dari pemilik kehidupan. Semoga anugerah kesabaran senantiasa bersemayam...

May 17, 2010 at 7:08pm
Dia hampir kehilangan hati, Ketika segumpal darah itu dibiarkan dijamah tangan yang baginya begitu ramah. Dia hampir kehilangan hari saat waktunya senantiasa diiringi sapaan salam penuh alunan kerinduan. Dia hampir kehilangan diri saat menyambut sosok yang baginya terpuji datang mengisi. Dia hampir kehilangan semua, karena memang belum masanya untuk memelihara bunga di jiwanya...

(Petikan kata-kata di atas adalah kumpulan status di Facebook milik “Tiada Nama“)

Sajak Terserak 3: Mimpi kita, mimpi bersama

Senja di Tursina

Meski diiringi sengal nafas
dan sendi-sendi kaki mulai melemas
senyum itu tak pernah lepas

menapaki satu-satu tangga batu
ditemani hembus syahdu sang bayu
kita kesana, mendaki puncaknya
menuju Tursina, demi mengenang musa
saat bercakap dengan Tuhannya
sembari menikmati warna-warna coklat pucat
dengan aura nan memikat

Hari mulai petang, sebuah panggilan pulang
dengan dirimu di gendongan belakang
menjulurkan tangan dari balik punggungku
dan menempelkan dagu dipundakku
karna kaki itu telah kaku
tak lagi mampu menapak batu-batu

tapi itu hanya mimpi hiasan malam
yang kau ceritakan dan entah
akan terwujud kapan

(awal April '10)

------------------------------------------------------------------------------------------------

"Mas? Doakan! Aku mau ujian"

Semalam, kurasakan
jemariku dalam genggam
dibalut samar setengah sadar
karna baringku yang belum tuntas benar
kupalingkan pandang
pada pemilik tangan lawan

Kudapati dirimu dengan buku di pangkuan
dan bicara lewat senyuman
"Mas, doakan. aku mau ujian"
Sembari lontarkan tatap heran,
kusunggingkan rekahan di bibir sebagai balasan
Jua angukan mengiyakan

kau pun teruskan bacamu,
masih dengan jemari yang menyatu.
Tiba-tiba kudengar ketukan di pintu
Diiringi teriakan teguran "Subuhan!!"

Lampu menyala, memaksa mata terbuka
memutus segala
dan tak kudapati lagi engkau disana
Yang ada hanya ranjang setengah berantakan
dengan tumpukan kertas coretan
di kiri kanan badan.
Duh, mimpi ini... seakan nyata di hadapan

(Serambi NH, 31 Mei '10)

Thursday, June 3, 2010

Sajak Terserak 2: Dua hati, dua rasa, dua semua

Aku pencemburu

Getar ini tak pudar, sayang
Harap ini tak lekang
Namun sesak di dada masih terasa
saat teringat sapa bernada manja
dari lisanmu, tak tertuju padaku

hati ini terbakar sayang
rinduku pun mengerang
rasa diduakan menekan menghantam
selamanya takkan kupaham bermacam alasan
hanya tahu, aku pencemburu

(solo, medio april)

------------------------------------------------------------------------------------------------


Pendamping tak selalu seiring

Kerap kata tak lagi rekat
Berat pula jadikan lekat
menyengaja ciptakan sekat
dalam hampa berbalut penat

Indah kata di awal mula
pupuk rasa bertabur bunga
Bukan bosan, bukan pula tak lagi sayang
hanya memang berbeda pandang peran
akan tetap bimbang bila melepas terbang
karna hati telah tertawan bayang

(wng, mei awal)

------------------------------------------------------------------------------------------------
Masih ada rasa

Lembut sapa tumbuhkan desir
sesegar tegukan 'asir di rongga kering
sesering tebaran pasir dihembus angin

teringat isak tercekat
seakan hati terikat, terpikat sangat
gerimis tangis
iringi langkah teriris

"Maafkan", demikian suara lisan
yang sering diulang
dan berbalas lekas dengan angukan
berhias tatap mata berkaca
jua doa berbingkai kata "semoga"

(solo, maret awal)

Saturday, May 15, 2010

Wajah Tampan? Percuma!!

Wajah Tampan? Percuma!! Jika tanpa keimanan
Wajah Tampan? Percuma!! Jika kelak dilaknat Tuhan
Wajah Tampan? Percuma!! Jika hari-harinya tanpa amalan
Wajah Tampan? Percuma!! Jika tak ada Al Qur'an yang lekat dalam ingatan
Wajah Tampan? Percuma!! Jika tidak memburu keridhoan
Wajah Tampan? Percuma!! Jika hanya melakukan kesia-siaan
Wajah Tampan? Percuma!! Jika hatinya dikotori kebanggaan
Wajah Tampan? Percuma!! Jika tak punya kehormatan
Wajah Tampan? Percuma!! Jika matanya masih jelalatan tak juga mampu tundukkan pandangan
Wajah Tampan? Percuma!! Jika tak bisa mengendalikan hawa nafsunya
Wajah Tampan? Percuma!! Jika hanya untuk tebar pesona dan memikat wanita
Wajah Tampan? Percuma!! Jika enggan mematuhi yang Kuasa dan malah bangga dengan dosa-dosa
Wajah Tampan? Percuma!! Jika akhirnya nanti mendapat siksa di neraka

Ketampananmu tak berarti karena tak menjamin kamu akan diridhoi
Ketampananmu tak berguna, karena seseorang masuk surga bukan karena tampannya rupa.
Ketampananmu pasti akan pudar dan hilang seiring waktu yang berjalan. Sedang apa-apa yang engkau lakukan akan abadi dan pasti dimintai pertanggungjawaban oleh Ilahi.
Ketampananmu tak akan bisa menjadi pembela saat engkau dihadapkan pada pengadilan Yang Maha.
Ketampananmu tidak akan pernah bisa menjadi pemberat amal-amal kebaikan di mizan. Tak juga bisa meringankan azab yang ditimpakan di hari kemudian.
Ketampananmu hanya pemberian... hanya pajangan yang tidak akan memberi pengaruh di dalam alam keabadian.

Coba lihatlah Bilal bin Rabbah dengan kulitnya yang hitam, lihat pula Amr bin Jamuh dengan kakinya yang pincang, lihatlah juga Abdullah bin Ummi Maktum dengan kebutaan penglihatan.
Mereka mulia di sisi Robb mereka, Rasulullah mengakui keutamaan mereka. Bukan karena tampannya rupa, bukan pula karena sempurna anggota badannya. Namun semuanya karena kesetiaan pada ikrar syahadat yang diucap, kepatuhan pada aturan syariat, melaksanakan kewajiban tanpa keengganan, dan ketaqwaan yang menghunjam sanubari tanpa lekang.

Tidakkah kau belajar pada Yusuf 'alaihissalam ketika dia digoda untuk berzina ia menolak seraya berkata, "Aku berlindung kepada Allah..." Dan ketika wajah tampannya menarik kaum wanita dia sampai berdoa, "Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai dari pada memenuhi ajakan mereka kepadaku..."

Tidakkah kau mengambil sesuatu dari Mush'ab bin Umeir? Pemuda tampan pujaan gadis Makkah di masa jahiliyah? Ia tanggalkan segala kemewahan dan memilih Islam, hingga ketika dia di Uhud  dianugerahi kesyahidan Rasulullah berkata tentangnya, "Ketika di Mekkah dulu tak seorang pun aku lihat yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya dari padamu. Tetapi sekarang ini, dengan rambutmu yang kusut masai hanya dibalut sehelai burdah." Ya, Mush'ab pemuda tampan itu, duta pertama Rasulullah itu hanya berkafan selembar kain burdah yang jika ditutupkan kepalanya maka terbukalah kakinya, dan saat ditutupkan ke kakinya terbukalah kepalanya. Namun dia telah mendapat kemuliaan yang tiada tandingnya.

Tidakkah kau perhatikan perkataan Umar bin Abdul Aziz saat seorang sahabat lamanya -Muhammad bin Ka'ab Al qardhi- menyatakan keheranannya atas penampilan Umar yang berubah setelah menjadi khalifah. Padahal saat Umar menjadi gubernur Madinah tubuhnya indah dan subur, dan setelah menjadi amirul mukminin Umar menjadi kurus, sederhana dan bersahaja. Umar berkata menjawab keheranan Ka'ab, "Bagaimana kalau kau lihat aku di kuburku tiga hari setelah kematianku, saat kedua mataku tanggal pada pipiku, dari hidung dan mulutku mengalir cacing dan nanah. Tentu saat itu engkau akan sangat ingkari aku lebih dari pengingkaran dan keherananmu saat ini."

Wahai pemuda yang bangga dengan ketampanannya...
Wahai pemuda yang sibuk dengan penampilan lahirnya...
Wahai pemuda yang terlena dengan pandangan dan pujian manusia...

Jangan lagi tertipu akan kefanaan dan kenikmatan tanpa keabadian. Bersegeralah menuju penghambaan yang akan memberi keberuntungan. Apa yang akan kau banggakan saat kematian telah menjelang, apa yang akan kau persembahkan di hadapan Rabb semesta Alam? Apakah kau tak sadari setiap saat kematian bisa mendatangi? Apakah kau tak ingin terpuji di hadapan pencipta langit dan bumi?

Dan cukuplah nasehat Fudhoil bin Iyadh sebagai renungan, "Wahai si wajah tampan, adalah orang yang akan ditanyakan oleh Allah tentang penciptaan (ketampanan) ini. Bila anda mampu menjaga wajah yang tampan ini dari api neraka, maka lakukanlah..."

Wallahu a'lam...

Tuesday, March 16, 2010

Serpih Kata di Sela Masa 4

January 1, 2010 at 6:03 am
Sungguh, pasti ada jalan turunan setelah tanjakan, pasti ada kesenangan setelah kesedihan, pasti ada kemudahan setelah kesulitan, pasti ada kelapangan setelah kesempitan. Dan semua akan berlalu dalam kebaikan, dalam cerah wajah yang terbalut oleh senyuman.

January 2, 2010 at 6:07 am
Semua akan berganti, seperti senantiasa berubahnya hari-hari. Hari esok mungkin saja lebih berat, tapi di balik rasa berat dan penat tentu setelahnya akan ada nikmat yang lekat.

January 3, 2010 at 4:55 am
Pasti lelah, pasti lelah, karena mau tidak mau kita harus lelah. Dan nanti di balik lelah akan ada sesuatu yang merekah. Cukuplah, istirahat kita di akhirat. Disanalah kan dilepaskan semua lelah dan penat.

January 4, 2010 at 6:42 am
Mereka tidak menampakkannya, tidak mengumbar kata pada sesama, melangkah dalam sunyi dan kesendirian. Mereka senantiasa berusaha menutupi kebaikan yang dilakukan. Dan berharap agar kualitas amalnya lebih sempurna saat diajukan pada sang pencipta.

January 5, 2010 at 4:43 pm
Merenda keping-keping harapan, semoga dimudahkan dalam menapak jalan penghambaan, dimudahkan dalam menggenggam keimanan, dimudahkan dalam bangkit menyongsong seruan kewajiban. Dan nantinya dikumpulkan bersama hamba-hamba pilihan... amin..

January 6, 2010 at 4:17 pm
Nikmat hidup dalam ketaatan, nikmat nafas dalam kepasrahan, nikmat gerak dalam menuju keridhoan. Duhai kapan kan kurasa kemanisan iman? Wahai Allah kumohon, anugerahkan...

January 8, 2010 at 9:07 am
Fokus! Pada cita-cita yang akan memberi cahaya di alam sana, pada jalan yang telah ditempuh oleh para pejuang dan para pahlawan. Fokus! pada hari-hari penuh peribadatan, penuh pengabdian, penuh pembelajaran, penuh tekad untuk menjadi pemenang. Fokus! Pada misi perbaikan diri, pada tujuan akhir ridho ilahi, pada surga yang seluas langit dan bumi. Fokus!

January 9, 2010 at 6:05 am
Mahkota permata yang akan dihadiahkan untuk orang tua nanti di surga. Gelar "keluarga Allah" yang berjalan di antara manusia. Derajat yang kian meningkat seiring dengan dibacanya ayat demi ayat. Tidakkah ada yang menginginkannya? Hafalkan saja kalam-Nya kau akan mendapatkan semua...

January 10, 2010 at 5:25 am
Kebahagiaan bukan dalam gelimang kekayaan dunia. Namun bahagia ada dalam diri kita saat kita kaya jiwa. Jiwa yang dipenuhi iman dan taqwa, jiwa yang berisi cinta pada pencipta, utusan-Nya dan berjuang di jalan-Nya, jiwa yang lapang saat menerima segala ketentuan, jiwa itulah yang akan membahagiakan.

January 11, 2010 at 5:47 am
Apa yang kita harapkan dari kehidupan? Apa cita-cita yang telah kita rumuskan untuk masa depan? Apa tujuan yang ingin kita gapai selama tinggal di alam kefanaan? Apa pun itu, semua akan dimintai pertanggungjawaban, semua akan ditimbang di mizan, semua akan dinilai di hadapan Pencipta Alam.

January 15, 2010 at 6:44 am
Hatiku larut dalam debar, saat kupandang dua insan yang telah mencurahkan segala cinta dan usaha hingga ku besar. Mereka semakin tua, dan takutku pun muncul seketika. Apakah ku punya kesempatan untuk membalas budi baik keduanya sebelum waktu penentuan itu tiba?

January 18, 2010 at 6:04 am
keikhlasan itu diuji, yakini.. yakini.. segala yang di sisi-Nya lebih abadi.

January 21, 2010 at 6:03 am
Ilmu itu cahaya.. ilmu itu cahaya... dan kemaksiatan akan memadamkannya. "wa nurullah laa yahdii lil 'ashii..."

January 22, 2010 at 7:43 am
Tak tahukah saudara berapa tahun Nabi Musa menanti dikabulkan doanya? Empat puluh tahun! Sungguh Allah pasti mengabulkan setiap doa yang dipanjatkan hamba-Nya. Hanya seringkali kita yang tidak bersabar dan terlalu tergesa-gesa dengan berkata "Kenapa doaku tak juga dikabulkan?"

January 23, 2010 at 9:53 am
Zaid bin Tsabit, Usianya saat itu belum genap 13 tahun. Dia datang dengan menyeret pedang yang panjangnya melebihi tinggi badannya. Dan bertekat menyerahkan nyawa demi bagian yang abadi di sisi Ilahi. Demikianlah jalan para pendahulu. Bandingkan saja dengan kita, duhai pemuda apa yang akan kau berikan untuk Allah dan Rasul-Nya? Sedang benakmu hanya dipenuhi pikiran tentang dunia dan wanita...

January 25, 2010 at 7:28 am
Saat engkau melihat gunung yang menjulang dari kejauhan, akan tampak keindahan yang mengundang. Di kala engkau mencoba menapaki jalan untuk menaikinya, akan ada batu-batu terjal, kesulitan, kepenatan dan kelelahan. Namun ketika engkau telah sampai di puncaknya, kau akan mendapati keindahan yang lebih indah dari bayangan semula. Demikian pula dengan cita-cita...

January 26, 2010 at 7:34 am
padahal dia telah dijamin masuk surga, pun terpelihara dari segala dosa, utusan-Nya pula. Namun lisannya masih meminta ampun lebih dari 70 kali sehari, malam-malamnya masih terjaga dengan tahajud, dibacanya Al baqoroh berlanjut dengan Ali Imron juga An-nisa' dalam satu rakaat, tak pernah menahan hartanya terlalu lama, paling dermawan di antara manusia. padahal dia pasti masuk surga, pasti masuk surga... sedang kita?

January 31, 2010 at 7:24 am
Mendengar dan membaca Al Qur'an itu lebih banyak keutamaanya, lebih pasti pahalanya dan jelas-jelas mulia di sisi-Nya. Namun kenapa kita hanya menjadikannya di sisa waktu kita, dan lebih suka mendengar dan menghafal lagu-lagu yang belum tentu mengangkat derajat kita di surga? Sedang teladan kita saja menutup telinga saat mendengar seruling gembala... Sebenarnya siapa teladan kita? Nabi atau orang-orang jahili?

February 1, 2010 at 4:22 am
Wahai Rabb, aku berlepas diri dari mereka dan jangan jadikan aku bagian dari mereka. Mereka yang mengaku mencintai-Mu namun menduakan-Mu dengan membina cinta di luar aturan-Mu dan tidak dengan tuntunan syariat-Mu. Mereka yang mengaku mencintai nabi namun dengan sadar ingkar atas sunnah yang diajarkan. wahai pemilik hati, tetapkan hati ini hanya pada-Mu dan pada agama-Mu...

February 3, 2010 at 5:16 am
Benturan demi benturan seringkali menjadikan langkah tertahan. Kadang pula membuat hati mulai enggan melanjutkan perjalanan. Wahai diri, jangan terlalu lama berhenti. Segeralah berbenah dan kembali menata langkah yang sempat goyah. Dan jangan ada kata menyerah karena setelah bersusah payah akan ada balasan yang tak bersudah dari Yang Maha Indah.....

February 4, 2010 at 6:37 am
Siapa yang tak ingin, dipenuhi kebaikan di setiap hari-harinya, waktunya habis tanpa sia dan tersusun penuh rencana yang sempurna. Siapa yang tak ingin, menjadikan kehidupan ini penuh kemanfaatan untuk akhiratnya, melalui hari-hari dengan keteguhan iman dan harap akan keridhoan penciptanya. Siapa yang tak ingin...?

February 5, 2010 at 6:02 am
Lisan yang Dia amanahkan terlalu sering menyakiti hati seseorang. Kata-kata yang dilontarkan mungkin terlalu tajam yang menjadikan luka pada setiap sanubari yang mendengar. Lidah yang tak bertulang... semoga tak ada lagi lontaran-lontaran yang tak menyenangkan jua kata-kata tanpa kemanfaatan. Agar tiada penyesalan di hari kemudian.

February 7, 2010 at 6:10 am
Keluhku pun pernah tak bersudah mencoba memaknai hakekat pasrah Dan kukatakan pada diri… “Maktub!! semua telah tertulis di lauh mahfudz”

February 19, 2010 at 5:08 am
Keluhanmu yang tak bersudah tak akan menyelesaikan masalah. Menyalahkan keadaan dan merasa sial hanya akan menambah beban pikiran. Cukuplah terima apa adanya, kemudian berbenah menata langkah. Kegagalan, kesialan atau apa pun namanya, semua adalah sarana pembelajaran dan pengingatan agar kita lebih dekat pada Tuhan, tidak mengulang kesalahan dan berhati-hati dalam melangkah di alam kehidupan...

February 20, 2010 at 7:42 am
Sedikit demi sedikit, kucoba lagi menatap hari yang semestinya dihadapi bukan ditinggal lari. Masalah yang muncul sepantasnya diselesaikan bukan malah dibiarkan dan dihindar, semuanya demi jalan menuju kedewasaan...

(Petikan kata-kata di atas adalah kumpulan status di Facebook milik “Tiada Nama“)

Monday, March 1, 2010

Capaian Itu Baru Dalam Anganku

Agenda hari itu ke Jogjakarta dan berjumpa dengan saudara-saudara yang jauh lebih muda yang telah lama tak bersua. Kami berbagi cerita. Saat mendengar tentang capaian-capaian mereka, terasa ada tusukan duri di hati. Betapa mereka telah jauh melampaui.

"Alhamdulillah mas, aku sekarang dah mau selesai S1-nya."
"Sekarang aku agak sibuk mas, dah jadi pembina asrama di Mu'alimin.."
"Si Fulan insya Allah pekan depan nikah mas, mau datang apa tidak?"
"Ini sudah mulai usaha kecil-kecilan mas, jadi distributor pakaian muslim, lumayan bisa buat menyambung hidup."

Ketika mendengar celoteh mereka, aku hanya menanggapi dengan senyum, sesekali melafalkan kata, "alhamdulillah, masya Allah atau subhanallah.." Kemudian saat mereka bertanya, "Kalau mas bagaimana keadaannya?" Aku hanya bisa bungkam, sesaat linglung, bingung mau menjawab apa. Masa studiku yang tak juga tuntas, pekerjaan yang tidak jelas, uang saku yang masih mengandalkan pemberian orang tua, status pernikahan? Lebih baik tidak kupikirkan dulu dari pada hanya menjadi angan-angan yang entah kapan terwujudkan.

Melihat mereka dengan capaian-capaian yang mereka dapatkan kemudian membandingkan dengan diriku sendiri yang masih saja seperti ini, terbersit rasa iri, atau apalah nama rasa di hati ini.

Ah, seharusnya aku tak iri, lebih-lebih mendengki. Karena setiap capaian merupakan cerminan kesungguhan dari kerja keras yang mereka lakukan, juga dari doa-doa panjang yang dipanjatkan. Cukup pandangi saja diri, seberapa keras usaha dan doa yang telah dilakukan, dan sejauh itu pula yang akan didapatkan.

Keadaan yang nyaman dengan kondisi ekonomi yang biasa mapan memang kadang kala melenakan. Usaha sekedarnya, tidak biasa keras dalam bekerja, sering pula menunda-nunda sehingga wajar bila hasil yang didapat tak seberapa. Cita-cita pun tertunda tergapai karena lalai.

Bagaimana mungkin seseorang mengharap sesuatu yang besar sedang ia hanya berangan-angan, tanpa usaha nyata, juga tanpa pinta pada pemilik alam Raya. Bagaimana mungkin seseorang mendapatkan hal yang luar biasa sedang ia tak juga mau keras bekerja, cepat menyerah dan berkeluh kesah dengan kata "aku lelah".

Pertemuan saat itu memberi semangat baru bagiku, capaian ini belum seberapa dibanding dengan mereka. Mereka dengan keterbatasan finansial masih terus berkarya, terus mencoba sesuatu yang baru, mematangkan diri demi kehidupan di esok hari yang mungkin saja akan lebih berat dari saat ini.

Saat satu persatu orang di sekitar kita menapak jenjang yang lebih tinggi, menyelesaikan masa studi, menikah menggenapkan separuh dien ini, dianugerahi putra-putri yang akan menjadi jundi-jundi. Akankah kita iri dan memelihara dengki? Padahal demikianlah kehidupan, setiap manusia diberi takdir yang berbeda-beda. Peran yang tidak sama, ujian kehidupan yang sesuai dengan karakter dan kemampuannya. Maka syukuri saja apa adanya karena itu lebih dekat pada pintu surga. Dan tentu saja terus berusaha menggapai capaian yang lebih sempurna, hingga nantinya bisa terpuji di hadapan pencipta.

Sahabat-sahabat muda, semoga kita bisa berkumpul di surga...

Monday, February 15, 2010

Rendah hati membuat mereka tinggi...

Pagi itu, aku bertemu dengannya di sebuah serambi masjid tempatku menginap semalam. Sapaannya masih ramah, pembicaraannya masih sarat dengan cerita dan hikmah. Satu yang kusuka darinya, kata-katanya selalu memberi sesuatu yang baru untukku.

Calon dokter di depanku itu awalnya menanyakan kabarku yang sudah lama tak bertemu. Selanjutnya kami berbagi cerita tentang kegiatan dakwahnya. Pembicaraan pun melebar tentang suka duka menjalani program koastnya di beberapa Rumah Sakit. Sesekali aku bertanya tentang istilah-istilah kedokteran, kasus-kasus para pasien yang ia hadapi saat koast, sebab sebuah penyakit dan penanggulangannya dan sebagainya. Sungguh dia sosok yang tak pelit untuk berbagi ilmu.

"Ayo ke kostku." tawaran itu tak mungkin kutolak, karena kerinduan yang lekat pada seorang sahabat. Dan kupastikan akan ada hiburan jiwa yang sedang menanti disana.

"Antum sudah sarapan?" tanyanya di tengah perjalanan. Aku menggeleng sembari menjawab, "belum." Mendengar itu, ia menghentikan sepeda motor yang kami kendarai di sebuah kios kecil. Bukan warung makan atau restoran, tapi warung sayuran. Sejenak aku heran dibuatnya .

Dia turun dari kendaran, menegur ibu-ibu penjual sayur dan berbaur dengan wanita setengah baya yang tengah berbelanja. Kemudian tanpa canggung dan malu, ia memilih daun kangkung, daging ayam yang masih segar dan beberapa jenis bumbu. Takjubku pada pemuda itu, mungkin aku takkan heran jika yang melakukan semua itu adalah rekan-rekan santri di pesantren tradisional yang pernah kujumpai di daerah pesisir pantai utara, karena mereka memang biasa dengan urusan dapur dan belanja. Atau kalau dia seorang mahasiswa dengan uang saku pas-pasan yang tidak mampu makan di warung makan itu pun juga tak akan membuatku heran.

Tapi dia? Dia lulusan SMA Negeri, belum pernah hidup susah di pesantren. Sosok orang rumahan yang segala kebutuhannya biasa disediakan. Dia mahasiswa berada, kalau pun dia mau bisa saja makan lima kali sehari di tempat yang berbeda.

Dan aku pun hanya bisa membatin "Inikah buah dari tarbiyah islamiyah?" Pemuda yang lumayan tampan, terpelajar, calon dokter pula namun tidak gengsi untuk berbelanja sayuran di warung kecil bersama ibu-ibu setengah baya. Layaknya sahabat-sahabat Nabi, yang meski mengisi posisi tertinggi tetap saja rendah hati. Layaknya Abu bakar yang meski menjadi khalifah tetap tak segan untuk memerahkan susu kambing bagi para janda. Atau Umar yang rela memanggul karung gandum untuk rakyatnya saat ia menjabat sebagai amirul mukminin.

Yah, wajar mereka punya karakter yang hampir sama dalam masalah ini, karena teladan mereka pun melakukan itu semua. Rasulullah biasa membantu istrinya melakukan pekerjaan rumah, mencuci pakaiannya sendiri dan juga melayani dirinya sendiri. Meskipun beliau adalah Rasul yang dijamin surga, beliau tetap rendah hati dan tak segan melakukan pekerjaan yang kadang dianggap mematikan gengsi. Padahal demikianlah jalan para Nabi, kesederhanaan dan rendah hati.

Duhai saudaraku yang darimu aku banyak mendapat ilmu, semoga reuni kita di surga terwujud nyata...

Saturday, January 30, 2010

Serpih Kata di Sela Masa 3

December 1, 2009 at 6:09am
Berulangkali menunda, terbenam dalam tumpukan malas yang mendera tanpa jeda. Akankah cita-cita tak tergapai karena semangat telah lunglai? Akankah mati tanpa prestasi karena kakunya kaki? Jangan... karena jalan ini masih panjang dan di ujungnya menanti cahaya keabadian.

December 2, 2009 at 1:23pm
Kehidupan adalah perjuangan. Kenikmatan di puncak pasti diawali dengan kelelahan... (Co-past dari FB-nya Ardhi Har)

December 4, 2009 at 1:26pm
Merenda simpul-simpul kesabaran, di antara arus kebiasaan yang sungguh jauh berbeda dengan kebiasaan sebelumnya. Kucoba berbaur tanpa harus lebur. Terjun ke arus tanpa harus hanyut terbawa derasnya. Layaknya ikan laut yang berenang di tengah lautan garam tanpa tercampur oleh asinnya.

December 5, 2009 at 8:16am
Rupanya, sesuatu yang kuanggap aneh, unik, di luar kebiasaan, dan penuh "penderitaan" adalah hal yang sangat biasa. Semua itu hanya secuil kecil jika dibandingkan dengan sisi lain yang belum sempat kujamah. Karena disana ada hal yang lebih menyesakkan, hal yang lebih membutuhkan berlipat kesabaran. "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang akan engkau dustakan?" (taken from: Dari bilik pesantren)

December 7, 2009 at 5:16am
Rasa kehilangan pasti akan dirasakan. Tapi tak kan berarti jika diiringi dengan kelapangan. Dan Dia pasti akan mengganti dengan kebaikan... pasti mengganti dengan kebaikan...

December 9, 2009 at 6:01am
Seperti taman... yang bila ditanami satu jenis bunga maka keindahannya kurang terasa. Namun ketika taman itu dipenuhi bermacam bunga dengan berbagai warna dan diatur sedemikian rupa maka akan hadir keindahan demi keindahan yang mengesankan. Demikian juga perbedaan di kalangan manusia, ia adalah penghias kehidupan dunia... layaknya taman dengan bermacam bunga....

December 10, 2009 at 5:48am
Biarlah kami berjalan di atas rel kami masing-masing. Dengan keunikan-keunikan yang dimiliki. Karena disitulah letak keindahan hidup. Saat satu sama lain bisa menghormati perbedaan-perbedan yang ada. Dan mencoba menerima seseorang apa adanya...

December 11, 2009 at 7:41am
Indahnya bila amal-amal tidak terkotori oleh hasrat agar dipuji. Indahnya bila amal-amal itu tersembunyi dan selalu tidak tampak oleh mata makhluk dunia. Indahnya bila mampu mengikhlaskan amal-amal hanya demi ridho-Nya. Indahnya, betapa indahnya bila kehidupan hanya untuk-Nya... hanya untuk-Nya...

December 12, 2009 at 7:08am
Aku tersenyum membaca tekad yang ia tuliskan, saat hatinya poranda ia menghibur diri dengan kata-kata, "Wahai pria yang menjadi mempelai di sisinya. Kuakui kau menang kali ini. Di dunia, kau telah mendapat bidadari. Biarlah bidadari dunia engkau bawa. Tapi nanti, akulah yang pertama mendapat bidadari surga! Mari kita berlomba!"

December 13, 2009 at 6:00am
Berapa banyak orang bertaqwa yang menyembunyikan ketaqwaannya. Dan saat mereka meminta, Allah langsung mengabulkan pintanya. Mereka tidak terkenal di mata manusia, tapi penghuni langit mengenalnya dan merinduinya. Mereka tampak biasa di hadapan makhluk dunia, namun di sisi Penciptanya, mereka mendapat tempat istimewa... adakah kita bagian dari mereka?

December 14, 2009 at 8:43am
Sahabat, akankah kita akan menemukan jalan cahaya yang sama? Ataukah reuni di surga kelak akan tertunda karena jalan yang berbeda. Siapa yang akan lebih dulu memasukinya? Dan siapa yang akan tertahan di depan pintunya karena penghitungan yang lama? Dan siapa yang akan terperosok ke neraka karena beratnya timbangan dosa...? Semoga nikmat dalam keabadiaan yang menyapa kita....

December 16, 2009 at 8:19am
Pernahkah kita bertanya,"Apakah dgn memasang gambar muka, kita akan menjadi mulia di hadapan-Nya?" "Apakah dgn mengungkapkan setiap aktivitas dan perasaan kita lewat kata-kata,hingga semua mengetahuinya akan menambah pahala di sisi-Nya?" Tidakkah terpikir, saat wajah diumbar, saat kata diucap tanpa maksud dan tujuan, bukankah hanya akan menjadi amal sia-sia tanpa makna, tanpa pahala, mungkin malah timbulkan murka?

December 17, 2009 at 5:53am
Dia membeku dengan keterasingan, menahan diri agar tak terlalu menonjol dan berusaha tenggelam juga menyamarkan kemampuan. Saat kutanya, " Kenapa?". Ia menjawab, "Dengan demikian kubisa lebih merdeka, tanpa merisaukan kata manusia. Tak sibuk dengan pujian atau cemoohan. Kuingin tak dikenal tapi tetap bisa memberi kontribusi yang berarti dan tanpa disadari..."

December 18, 2009 at 6:41am
Saat kita sedang lelah, dengan jiwa penuh peluh, dengan hati gundah dan terus mengeluh. Berhentilah dan beristirahatlah sejenak. Melepas penat dalam bingkai nasehat. Duduk ditemani lisan menawan berucap pesan...

December 20, 2009 at 11:24am
Wahai yang merasa tersisih, yang merasa sendiri, yang punya hati di balik penjara... Cukupkan saja dirimu dengan yang ada di sisi-Nya. Niscaya kau akan merdeka. Tanpa kehilangan, tanpa kecewa, tanpa sakit. Karena Dia tak pernah mengecewakan hamba-Nya, sungguh...

December 21, 2009 at 6:12am
Kita sama-sama tahu bahwa kebaikan akan dibalas dgn pahala dan keburukan dibalas dgn siksa. Kita sama-sama tahu bahwa orang yg taat bertempat di surga dan orang yg bermaksiat dilempar ke neraka. Kita telah sama-sama tahu. Dan apakah hari-hari kita telah terisi dgn kebaikan sepenuhnya, Sudahkah kita hindari segala keburukan yg dilarang agama? Atau apakah memang kita terlalu bebal utk mendengar sebuah seruan kebenaran?

December 22, 2009 at 4:46pm
Dia tak pernah mengungkit perjuangannya bertaruh nyawa di hari kelahiran yang kadang menyulitkan. Dia pun tak akan menuntut bayaran atas air susu yang telah kita telan. Dia juga tak pernah meminta upah atas malam-malamnya yang terjaga karena tangisan. (note: Ibu tidak sayang lagi padaku)

December 24, 2009 at 7:50am
Bukan kuasa kita untuk menentukan keberhasilan. Kita hanya bisa berusaha merentas jalan yang diyakini benar. Dan berharap akan ditempatkan di tempat yang terpuji selayaknya para hamba yang diridhoi...

December 25, 2009 at 7:26am
Apa artinya kehidupan bila ia akan berakhir tanpa amal yang bermanfaat untuk akhirat? Apa artinya kehidupan bila tak juga bersegera menyemai kebaikan di alam semesta? Apa artinya kehidupan bila selalu terseret arus pemikiran dan budaya yang jauh dari nilai agama? Apa artinya kehidupan bila di akhir nanti tak ada nilai di mata sang Pencipta? Apa artinya..? Sia-sia...

December 27, 2009 at 2:31am
Kubur saja masa lalu itu, karena semanis apa pun kenangan, ia tak akan terulang di masa sekarang. Demikian pula sepahit apa pun kekelaman di masa silam semua telah hilang seiring waktu yang berjalan...

December 27, 2009 at 10:28pm
Terus berkarya meski tak mengetahui akan masa depan nanti. Tetap menata langkah dan hati seiring cita-cita yang dipatri. Luruhkan, abaikan segenap kehendak dan keinginan yang tak berhubungan dengan tujuan. Hingga tak ada langkah tergesa, agar tak muncul hasrat tercela...

December 31, 2009 at 2:05am
Tak perlu berkoar tentang obsesi dan cita-cita tinggi. Cukup simpan saja dalam hati dan mengayun langkah dengan pasti. Tanpa banyak cakap dan kata-kata banyak. Cukup berbuat dan terus berbuat...

December 31, 2009 at 11:03pm
Sungguh, pasti ada jalan turunan setelah tanjakan, pasti ada kesenangan setelah kesedihan, pasti ada kemudahan setelah kesulitan, pasti ada kelapangan setelah kesempitan. Dan semua akan berlalu dalam kebaikan, dalam cerah wajah yang terbalut oleh senyuman.

(Petikan kata-kata di atas adalah kumpulan status di Facebook milik “Tiada Nama“)

Friday, January 15, 2010

Buaya Dunia Maya


Sepenggal cerita telah kuterima, sebuah kisah nyata yang membuatku merasa takut dan tersudut. Tentang seorang wanita yang mengenal lawan jenisnya di dunia maya. Wanita itu disapa seorang lelaki dengan kata-kata bijaksana. Hampir setiap hari, nasehat dan motivasi mengalir silih berganti. Lelaki itu tampak baik, sholeh, terpuji dengan pengetahuan agama yang mumpuni.

Simpati pun timbul, rasa suka itu muncul. Meski berbeda budaya dan dipisahkan oleh samudra hubungan itu terjalin begitu saja. Tak lagi peduli jilbab lebar yang ia kenakan, cinta dan suka tetap bisa melanda. Lelaki itu pun tampaknya bukan seorang pengecut, ia datangi rumah sang wanita dan bertemu dengan orang tuanya, kemudian berkata ingin menjalin hubungan yang tidak biasa.

Suatu ketika ada seorang perempuan yang tak dikenal menyampaikan sapaan pada sang wanita. Perempuan itu banyak bertanya kemudian mulai bercerita. Ia bercerita tentang lelaki yang sama, lelaki yang wanita kenal di dunia maya, yang pernah datang ke rumahnya. Tuturan si perempuan begitu mengejutkannya, membuat hatinya gundah. Bagaimana tidak? Lelaki yang ia sangka terpuji dengan pengetahuan agama mumpuni rupanya punya sisi tercela yang tak ia sangka.

Jauh hari sebelum ke rumah sang wanita, lelaki itu telah menjalin hubungan dengan si perempuan. Hubungan yang begitu dalam. Hubungan itu terjalin dengan cara yang sama, saling mengenal melalui dunia maya, kemudian kata-kata bijak juga ditebarkan, tempat tinggal yang berjauhan dan telah bertemu dengan orang tua si perempuan. Malah sang wanita menangkap bahwa si perempuan telah berbadan dua.

Saat lelaki itu dicecar dengan pertanyaan, ia mengakui semuanya dan memang sengaja menunggu hingga sang wanita tahu. Namun tak ada sesalan, tak ada ketegasan sikap, tak ada keberanian memutuskan pilihan atau keberanian mempertanggungjawabkan perbuatan dan terkesan menganggap itu bukanlah masalah besar. Dan lelaki ini pun berlindung di balik kata, "Biarlah nanti Allah yang menentukan."

Meski sudah diketahui belangnya, lelaki itu tetap saja memaksakan kehendaknya untuk menyunting sang wanita. "Bagaimana dengan perempuan itu?" tanya sang wanita. Dan dengan ringan lelaki itu menjawab, "Kalau pun ia nanti kunikahi aku juga akan tetap menikahimu."
"Rakus, egois, tidak tahu malu. Apakah semua lelaki seperti ini?" Batin wanita itu bertanya.
"Inikah lelaki? Yang hanya bisa merayu, mengumbar kata-kata bijaksana untuk melemahkan hati wanita kemudian mencampakkannya?"
"Inikah calon qowwam? inikah calon pelindung dan pembimbing keluarga? Begitu egoisnya dan mementingkan nafsunya semata?
"Inikah lelaki...?"

Dan aku hanya termenung bingung. Aku cuma bisa malu dengan yang dilakukan oleh kaumku. Kata pembelaan tak kusampaikan, karena pria seperti itu memang ada. Hanya kalimat pendek yang kukatakan, sebentuk cerminan asa yang menggumpal dalam dada, "Semoga tidak semua pria melakukan hal yang sama..."

Rasa takut terajut, ketakutan bahwa aku melakukan hal yang tak jauh berbeda. Mungkin pula tanpa sadar, kata-kata bijak, hikmah, nasehat, saran dan masukan berubah menjadi umpan untuk menarik perhatian. Betapa ruginya bila segala yang disampaikan berakhir sia-sia di sisi-Nya...

Dan entah dari mana, terngiang sebuah seruan yang menggema, menusuk-nusuk jiwa... duhai pemuda! Bencana! Duhai pemuda! Bencana!

Duhai pemuda, Bencana!
Saat kau hanya sibuk mengumbar kata di antara wanita. Berdalih menyerukan kebenaran dan menunjukkan jalan kebaikan. Namun kau begitu menikmati di kala wanita-wanita itu mengagumi dan menyukai setiap kata yang kau ucapkan. Tak kah kau sadari, lubang neraka sedang engkau masuki karena telah menyebabkan hati-hati itu tertambat pada selain Ilahi?

Duhai pemuda, Bencana!
Saat kamu tak juga menjaga pandangmu. Memilih dan memilah target dakwah hanya berdasar rupa dan jenis kelaminnya. Kamu demikian bangga saat komentar dan ucapan terima kasih dari lawan jenismu datang mengisi hari-harimu. Apa kamu kira berpahala di sisi-Nya? Apa kamu kira kau terpuji dan masuk surga ketika engkau mencari perhatian kaum wanita. Duhai meruginya saat syirik kecil dibiarkan bercengkrama di dasar hatinya.

Duhai pemuda, Bencana!

Saat hati telah terkotori syahwat syaithoni. Sungguh dakwah picisanmu tak ada nilainya. Sedang nabi saja ditegur oleh-Nya dengan surat 'Abasa, karena lebih senang menyampaikan ajaran Islam dan berbincang dengan para pemuka dari pada dengan seorang yang buta.

Duhai pemuda, Bencana!
Dan apa yang akan kau katakan? Pembelaan? Beralasan dengan dalil "Semua tergantung pada niatnya."? Apakah kau pikir niat baik saja cukup untuk membuat amal yang kau lakukan diterima di sisi-Nya tanpa ittiba' pada Nabi-Nya? Apakah Rasulullah mengkhususkan untuk menyapa kaum wanita saja? Apakah Rasulullah menggunakan kata-kata bijaksana untuk merayu lawan jenisnya? Apakah Rasulullah berlama-lama dalam berbincang tanpa tujuan dengan kaum hawa yang bukan mahromnya?

Duhai pemuda, sayangilah dirimu. Sebelum ketentuan-Nya berlaku, dan tak ada lagi pintu yang dibuka untukmu. Ia memang pengasih, namun adzab-Nya pun juga pedih.

Dan bagi kalian, Wahai kaum Hawa.
Dunia maya memang penuh tipu daya. Saat ada pria yang sering mengumbar kata-kata penuh makna, cukuplah ambil ilmu yang ada. Tak perlu kau tanya ia siapa. Karena seseorang tidak bisa dinilai baik akhlaknya cuma dengan kata-kata di dunia maya.

Wahai kaum hawa,
Waspadailah buaya maya. Di awal mungkin ia bijaksana, selanjutnya saat kau mulai tertambat, ia akan sesumbar dengan janji-janji tak benar. Meski mungkin kau tahu bahwa ia biasa disebut "ikhwan" bisa jadi dia tak lebih baik dari bajingan. Karena label 'ke-ikhwan-an" hanya ada di lisannya bukan di hatinya. Karena ketakwaannya hanya saat berada bersama orang-orang, namun ketika sendirian tak lebih seperti melatanya binatang tanpa keimanan.

Wahai kaum hawa,
Peliharalah dirimu. Karena bisa jadi kalianlah yang sengaja menarik kaum pria. Dengan sengaja atau tidak sengaja. Melalui kata tanya yang tak berguna, atau gambar rupa yang membuat mereka tak melepas pandangnya. Murahnya kalian jika demikian. Kau umbar dirimu tanpa sungkan yang menyebabkan dirimu sendiri terjebak dalam kubang kesulitan (atau kenistaan di hadapan pencipta alam?). Duhai Wanita kehormatan itu demikian berharga.. demikian berharga...

Wallahu a'lam..


(yaa muqollibal quluub tsabbit qolbii 'ala diinik... Wahai Rabb, luruskan hati ini hanya untuk-Mu, hanya pada-Mu.)




Updated 16 minutes ago · Comment ·

Thursday, January 7, 2010

Wanita Bermata Shangrila

oleh: Ardhi el Mahmudi


Pemuda itu terpekur, tak ada yang berani menegur. Dia tergugu dalam pilu, wajah kusut penuh kerut, mata berkaca menyimpan dalamnya duka. Dia tampak diam, namun rupanya masih ada gumam yang pelan terdengar,

"Shangrila, mata shangrila." Demikian gumamannya berulang-ulang.

Semua orang telah paham, dia pemuda dengan hati poranda. Karena keping-keping harapnya yang telah tersia. Kesedihannya bermuara pada seseorang. Seorang wanita bermata shangrila. Wanita itu telah menorehkan cinta yang sekejap berubah menjadi luka menganga. Kepahitan yang ia rasakan tak berujung. Kepiluannya mengisi tiap sudut relung.

Seorang sahabat mendekat, menyentuh bahu dan mendekapnya erat. "Ceritakan pada kami," katanya "Agar bebanmu di hati terkurangi. Berbagilah masalah, agar tak ada lagi resah."

Pemuda berhati poranda itu mulai bicara. Dengan suara pelan dia bercerita,

"Wanita itu, wanita bermata shangrila. Wanita yang membuat luka. Dia datang tanpa diundang, hanya bermula dari diskusi-diskusi ringan tentang tulisan. Dia memberi saran dan komentar, dan dengan senang hati memberi apresiasi. Kemudian, dia juga mulai bercerita tentang dirinya, berbagi pengalaman tentang kehidupan, suka duka yang ia jalani, pahit getir yang ia lalui. Kekagumanku pun muncul, simpatiku timbul. "

Pemuda berhati poranda itu berhenti sejenak, mengatur nafas yang mulai sesak.

"Suatu ketika ia nyatakan kerinduan. Berikutnya adalah kata sayang. Dan lelaki mana yang tak menerima saat wanita bermata shangrila ada di hadapannya. Dia penuhi hari-hari dengan sanjung pujian yang membesarkan hati. Simpulku, kami saling menyukai. Tapi rupanya itu hanya bayang-bayang semuku. "

Lagi, pemuda berhati poranda berhenti, dan di sampingnya sang sahabat masih setia menanti kata berikutnya.

"Suatu hari dia, wanita bermata shangrila itu berkata, 'Aku tak lagi bisa menyapa dan tak bisa memberi apa-apa., kau pun kuminta tak lagi menemui.' Saat itu akalku buntu, lidahku kelu. Rupanya dia telah mempunyai calon suami jauh hari sebelum aku ia datangi. Kecewaku panjang, kenapa ia tak katakan sejak awal. Sedang kini bunga-bunga itu terlanjur bermekaran. Hatiku dipenuhi tanya, untuk apa ia ungkapkan kerinduan dan kata sayang jika tak bisa menyatukan? Untuk apa ia tuangkan pujian dan sanjungan jika hanya akan meninggalkan? Sebenarnya Apa yang ada dalam benaknya hingga tega membuatku nestapa? Dia menggoreskan luka nganga yang entah kapan tersembuhkan."

Sang sahabat masih diam, siap mendengar kalimat lanjutan. Setelah yakin tak ada kata, rengkuhnya semakin erat. Sebagai isyarat sebuah nasehat tanpa ucap, "Engkau harus kuat."

Sahabat itu menatap lembut wajah tampan berkabut. Pemuda ini terlalu sering dilanda nestapa, tak sekali dua hatinya terluka.

"Tak adakah kata untukku."Pemuda berhati poranda ambil suara.

Sang sahabat tersenyum, dan mulai berbicara panjang.

"Ketika hati patah, akan tetap ada kecewa dan duka. Namun kehidupan ini tetap berjalan tanpa peduli keadaan kita. Tidak ada pilihan lain selain menerima apa adanya, berlapang dada, memasrahkan jiwa hanya pada-Nya dan berusaha sekuat tenaga menggapai cita-cita. Yah, karena itu semua lebih dekat dengan pintu surga."

Pemuda berhati poranda berdecak, nafas berat dihembuskan berharap kelapangan datang. "Dia wanita bermata shangrila." gumamnya kemudian.

Sang sahabat memandangnya, mencoba mengukur seberapa dalam nganga luka di hati sang pemuda.

"Tak kah kau ingat kata-katamu sendiri, " Sang sahabat diam sebentar, membiarkan kalimatnya mengambang untuk mencuri perhatian.

"Kata-kata yang kau pahat di hati sebagai prasasti? 'Masih banyak manusia yang harus ditemui, masih banyak kota yang harus disinggahi, kenapa harus berhenti?' Bukankah itu kata-katamu dulu? Apa hanya karena wanita kau akan korbankan cita? Apa hanya karena mata yang bak shangrila kau akan tumbang di tengah jalan? Tidakkah kau ingin mahkota cahaya tersemat di atas kepala kedua orang tua? Tidakkah kau ingin menjadi bagian keluarga-Nya yang berjalan di antara manusia...?"

"Kau belum pernah jatuh cinta." potong pemuda berhati poranda.

"Cinta? Cintamu itu semu! Hanya fatamorgana yang menipu. kalau memang cintamu diridhoi, kenapa larut dalam kalut? kenapa kau rasakan hatimu teriris sembilu? kenapa kau berkubang dalam kegelisahan dan kedukaan yang dalam? Dia bukan hakmu,bukan rizkimu. Wanita itu meskipun ia bermata shangrila lupakan saja."

Pemuda berhati poranda membantah,"Tak semudah itu..."

Sang sahabat menggelengkan kepala, "Aku mulai kehilangan akal menghadapimu. Cara apa lagi yang bisa kulakukan agar bisa membuatmu lepas dari belenggu benalu?"

Keduanya kemudian terdiam, larut dengan pikiran dalam kebisuan. Sang sahabat tak tega melihat pemuda berhati poranda tampak makin nelangsa. Dia pun kembali berkata,

"Engkau tentu sudah hafal di luar kepala apa yang akan kukatakan kali ini. Sebuah ayat yang paling engkau sukai di saat kecewa mendatangi." Sang sahabat berhenti sejenak menunggu reaksi.

"Sapi betina, tidakkah kau suka?" lanjutnya dengan nada canda.

Senyum setipis garis hadir di bibir. "Ya, Al Baqoroh." kata pemuda berhati poranda.

Sang sahabat menganguk sembari berkata, "Al Baqoroh, halaman ke tiga belas dari juz dua. baris pertama. Tentu kau ingat ayatnya."

"Aku ingat," Jawab sang pemuda berhati poranda. "216. Wa 'asaa antakrohu syaian wa huwa khoirul lakum, wa 'asaa antuhibbu syaian wa huwa syarrul lakum." Pelan ia lantunkan ayat Al Qur'an.

"Bukankah itu cukup untuk menerima semua dengan lapang dada?" tanya sang sahabat.

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu." Sang sahabat memberi jeda, dan berharap pemuda berhati poranda mau merenungkan kata-katanya.

"Kekalahan demi kekalahan itu memang menyakitkan.Memang berat memberi nilai pada kehidupan. Namun kepahitan yang dirasakan paling tidak akan menambah kedewasaan. Dan semoga saja melipatkan catatan kebaikan di mizan."

Mereka berdua kembali larut dalam kebisuan. Pemuda berhati poranda mencoba mencerna kata-kata sahabatnya. Dia memandang langit, berharap keluasan disana melapangkan hati sempit yang tersudut diantara sakit.

"Aku akan tetap mengenangnya..." kata pemuda berhati poranda memecah keheningan.

"Siapa?" tanya sang sahabat.

"Wanita bermata shangrila, siapa lagi kalau bukan dia?"

"Kamu masih mengharapkannya?" sambut sang sahabat dengan nada kecewa. Pemuda berhati poranda menggeleng.

"Seperti katamu, aku tak punya hak untuk itu."

"Lalu apa maksudmu mengenang ?"

"Aku akan mengenangnya sebagai teman yang pernah berbagi pengalaman, sebagai guru yang banyak mengajariku, sebagai saudara yang pernah mengatakan cinta dan sebagai adik kecil yang senantiasa mengharap rasa sayang dari kakaknya."

Sang sahabat tersenyum, "Asal kamu tak mengenangnya sebagai wanita yang pernah kau damba."

"Entah kalau itu, aku belum tahu apa aku akan mampu. Hanya saja akan kupatrikan harapan baru untuknya..."

"Apa itu?" Tanya sang sahabat.

"Wanita bermata shangrila, semoga dia dipertemukan dengan lelaki calon ahli surga yang akan menyertainya di dunia dengan cinta, dalam taqwa."

"Sebuah harapan mulia. Dan bagaimana denganmu?"

"Aku akan melanjutkan perjalanan, meniti jalan tuhan dan tak kan berhenti hingga mati."

"Dan bagaimana dengan kisah percintaanmu nantinya?"

"Yah mungkin akan berakhir seperti sayyid Quthb yang syahid di tiang gantungan dalam keadaan membujang, Atau seperti Imam Nawawi yang menjauhi pernikahan karena tak ingin berbuat dzolim pada wanita disebabkan oleh kezuhudannya pada dunia. Mungkin juga seperti Imam Ahmad bin Hanbal yang terlambat menikah karena kesibukannya mencari ilmu dan hikmah."

"Kenapa kau selalu mengambil contoh yang tampak tragis seperti itu? Kenapa tak ingin seperti Anas bin Malik saja? Yang punya panjang usia dan banyak anaknya?"

"Itu juga boleh."Timpal pemuda dengan senyum tersungging di bibir, rupanya hatinya tak lagi poranda.


Wonogiri, 2 November 2009. di kamar kerja saudara tua.
untuk Amrul dan El, semoga kalian bahagia hingga ke surga..

Friday, January 1, 2010

Serpih Kata di Sela Masa 2

November 14 2009 at 5:15am
Bukan hal asing bila manusia di dekatmu berkeluh kesah. Kau pun berlisan demikian, mengatakan hal yang kau rasa beban. Ah manusia, betapa sebenarnya ia makhluk hina dan sang Kholiq pun mengangkatnya menjadi mulia dia atas segala ciptaan-Nya

November 15 2009 at 5:41am
Cepat atau lambat. sekat-sekat penghalang dan dinding-dinding rintangan akan tersingkirkan. Bukankah setiap satu kesulitan diiringi dengan dua kemudahan? Inna ma'al 'usri yusro fa inna ma'al 'usri yusro..

November 16 2009 at 8:22am
Kadangkala ada keinginan untuk berhenti. Berhenti dalam merajut hari-hari, kemudian berubah menjadi orang biasa yang hidup dengan keadaan apa adanya tanpa memikirkan cita-cita. Tapi kenapa harus berhenti? Padahal Allah senantiasa menyertai. Kenapa harus menjadi orang biasa bila kita bisa menjadi orang besar dan menjadi pahlawan?

November 17 2009 at 7:38am
Bukan sekedar dengan angan-angan dan sikap angin-anginan, namun keras pada diri dan kesungguhan. Saat itulah cita-cita akan ada dalam genggaman..

November 19 2009 at 11:53am
Jalan panjang ini sengaja ditempuh, meski masih sering mengeluh. Berharap kan bisa bertahan hingga batas kemampuan atau hingga semua terselesaikan dalam rengkuhan....

November 20 2009 at 11:48am
Wahai diri yang terlalu lama berhenti. Akankah kau akan selalu begini? Meratapi hari-hari sepi yang kau ciptakan sendiri. Sampai kapan? Cukup sudah! Dan kini bergeraklah! Karena "Laa rohah lil mukmin illa fil jannah!!!" (Tidak ada istirahat bagi seorang mukmin kecuali di surga!)

November 21 2009 at 8:39am
Dia memang tidak selalu memberi yang kita inginkan... namun Dia selalu memberi apa yang kita butuhkan, qona'ahkah kita?

November 22 2009 at 10:03am
Kegagalan yang berulang bukanlah aib, bukan pula tanda kepengecutan seseorang. Aib dan kepengecutan hanyalah milik orang-orang yang takut akan kegagalan, milik orang yang memilih lari dari pertempuran, milik orang yang sudah menyerah saat baru melihat benteng kukuh milik musuh. Kegagalan demi kegagalan adalah titian tangga pelajaran menuju sebenar-benar kemenangan...

November 23 2009 at 12:04pm
Mereka menjalani kehidupan semaunya, mengikuti arus begitu saja. Tidakkah mereka sadari bahwa kehidupan ini terus berputar dan nantinya berakhir pada muara bernama kematian? Apakah mereka tidak berpikir tentang cita-cita tertinggi dan kehidupan yang abadi?

November 24 2009 at 8:02am
Aku bertanya padanya, "Kenapa menutupi diri?" Dan jawabnya, "Karena hati ini mudah terbolak-balik, Karena di setiap hati ada benih kebanggaan yang tersembunyi. Karena syirik kecil itu begitu halus dan selalu menghantui. Maka biarkan aku hidup di bumi tanpa diketahui. Biarkan aku berbuat tanpa dilihat. Dan aku bisa tenang tanpa memikirkan penilaian orang. Kemudian mencukupkan diri dengan apa yang ada di sisi Ilahi."

November 25 2009 at 5:37am
Berkorbanlah.. berkorbanlah! Karena pengorbanan adalah jalan yang ditempuh para pahlawan. Berkorbanlah... berkorbanlah! Karena pengorbanan pasti akan berbalas dengan keindahan tanpa kesudahan....

November 26 2009 at 5:54am
Kecantikan itu harta berharga, bukan barang murah yang bisa dinikmati dengan mudah. Dimana nilainya jika setiap mata begitu leluasa memandangi cantiknya rupa? Dimana harganya jika kecantikan telah diumbar, dipajang dengan ringan tanpa sungkan? (note: Ukhti, Kamu Cantik Sekali)

November 30 2009 at 6:33am
Adakalanya berbuat kebaikan itu harus dipaksa. Karena potensi fujur dan taqwa akan selalu berlomba untuk menguasai "raja" di dalam diri kita... Cukup dengan bismillah dan lakukanlah!

November 30 2009 at 10:07am
Saat waktu-waktu yang dilalui begitu tak berarti. Hari-hari kosongku terus menggurita melukai setiap mili potongan hati. Akankah berakhir obsesi-obsesi dalam diri? Cahayanya mulai meredup, kuharap ia tak padam di tengah jalan kehidupan.

(Petikan kata-kata di atas adalah kumpulan status di Facebook milik “Tiada Nama“)