Saturday, December 31, 2011

Serpih Kata Di Sela Masa 10

02 September 2011, jam 10:38


Ada bayang sempurna di depan mata. Merasuk ke hati dan ia pun menari, pengaruhi akal sehatku, merasuki pola hidupku, munculkan rasa semu di kalbu


04 September 2011, jam 10:40


wahai ilahi, ketika perjumpaan hanya akan ingatkan pada kekecewaan dan kenangan menyakitkan, tolong jangan pertemukan kami di bumi, tapi kumpulkan kami di surga-Mu nanti saat dengki dan benci telah menguap dari hati.


04 September 2011, jam 15:12


"Kapan pulang?" tanya itu datang berulang dan sekedar kujawab dengan kata bermakna mengambang tanpa kepastian, "nanti, sebentar atau kapan-kapan." Ada rasa enggan, karena beban-beban yang tak juga terselesaikan.


05 September 2011, jam 10:06


Adikku, Esok hari adalah hari baru. Langkahkan kakimu dan jangan ragu, meski tak seperti inginmu, tak pula seperti citamu. Allah pasti menyertaimu karena ridho ayah ibu yang kau tuju. doa untukmu sepenuh cinta setulus kalbu dari saudaramu...


08 September 2011, jam 18:37


Wahai pendosa, wahai yang selalu mensia-siakan usia, wahai yang tak juga beranjak dari hal tanpa guna. Kebaikan macam apa yang kau punya untuk menghadap-Nya? Apa yang bisa menahan dirimu dari api neraka? Kau harap surga, kau harap bersama mereka, hamba-hamba yang diridhoi-Nya. Namun kau tak berusaha, taubat pun kau tunda, dan terus saja larut dalam alpa. Dengan itu kau harap ridho-Nya? Haihaata... Haihaata...


08 September 2011, jam 21:50


Bukanlah kehidupan jika tanpa tujuan dan setiap tujuan pasti memiliki tantangan, maka makna kehidupan adalah berjuang untuk taklukkan tantangan! -hikmah dari ayah-


11 September 2011, jam 7:04


Apa lagi yang kan kau katakan? Alasan macam apa yang kan kau ungkapkan? Cukuplah merendah dan akuilah bahwa engkau salah. Menyesal dan berjanjilah untuk tak lagi berulah. Dan kan kau dapati Dia begitu pemurah


12 September 2011, jam 18:35


Saat ia tumpahkan kecewanya melalui rangkaian kata, ku hanya bisa membaca sembari mencoba merasa derita getirnya. Kemudian berharap semoga ia diberi kekuatan untuk bertahan dan nantinya mendapatkan kebaikan yang tak berkesudahan.


16 September 2011, pukul 15:58


Kudengar keluhmu, kucerna rangkai katamu. Karena dengan saling cerita kita kan bisa mendapat sesuatu yang baru. Dengan berbagi kita kan dapati beban di hati sedikit terkurangi.


17 September 2011, pukul 12:23


Wahai Rabb, kuingin tak sesali menempuh jalan ini, namun benturan yang bertubi kadang lemahkan diri dan membuat ku ingin berhenti. Tanpa kuasa-Mu ku tak kan mampu bertahan di jalan-Mu. Mohon kuatkan tekad dan harap agar ketaatan ini kian lekat...


27 Oktober 2011, pukul 22:29


Hidup yang sederhana, apa adanya, biasa saja, asal terus memberi manfaat pada sesama dan beramal demi ridho-Nya, itu telah cukup membuat bahagia. (co-past dr twiiter sendiri)


3 November 2011, pukul 19:20


Kupernah berkata, "Kita punya hal yang sama. Memang tampak sederhana. Namun kuharap bisa menyatukan jiwa." Dan saat kau bertanya, "Apa?" Kujawab, "Iman dan tujuan."


8 November 2011, pukul 18:13


Ada banyak hal yang tak kau ketahui, jangan nilai terlalu tinggi, hanya akan datangkan kecewa di akhir nanti. Tak sebaik yang kau kira, tak seperti yang kau duga. Maka lihatlah dengan pandangan biasa, ala kadarnya.


11 November 2011, pukul 7:08


Siapa juga yang memaksa kita untuk menjadi sempurna? Tidak ada. Bukan sempurna, tapi beramal sekuat tenaga, semampunya.


11 November 2011, pukul 7:20


Rendahkan diri di hadapan Ilahi, Dia pasti akan mengasihi...


24 November 2011, pukul 16:07


Satu, dua, tiga, empat, lima, rupanya tak terhingga. Pantas saja jika tak tertembus cahaya, karatnya telah meraja. berubah tanpa celah untuk hidayah...


28 November 2011, pukul 0:15


Dendang kehidupan terngiang, lagunya terdengar sumbang dengan nada yang tak beraturan. terlalu tergesa hingga telinga tak bisa nikmati suara... sabar, pelan-pelan, ada aturan dalam setiap permainan. terlalu cepat akan merusak nyanyian yang dilagukan, terlalu lambat pun tak enak untuk di dengarkan. lagu kehidupan, nyanyikan dengan penghayatan, hingga di setiap liriknya kau rasakan kenikmatan


30 November 2011, pukul 12:50


"Yang naksir mas tidak ada yang cantik ya? Biasa semua." celetuknya. Dan aku hanya bisa tertawa mendengarnya. Mungkin memang agar bisa belajar memandang lebih dalam, pada hati yang tercermin dengan laku diri sehari-hari. Bukan pada rupa yang kan pudar ditelan masa.


4 Desember 2011, pukul 15:02


Mulialah engkau wahai pemuda yang berhasrat demi akhirat. Mulialah engkau duhai pemuda yang menahan rayu nafsu. Mulialah engkau saat wajahmu hanya tertuju pada Yang Maha Satu... mulialah engkau, mulialah engkau...


7 Desember 2011, pukul 6:27


Biarkan kerinduan di hati terus bersemi, berkembang dan tumbuh membesar. Hingga memenuhi setiap rongga sanubari, mengikuti setiap aliran pembuluh nadi dan selalu mengiringi detak di dada sebelah kiri. Rindu pada kehidupan setelah mati, rindu memandang wajah Ilahi...


7 Desember 2011, pukul 10:45


Bukankah engkau telah tahu, Al Qur'an itu begitu pencemburu. Tidak bisa dijadikan yang nomor dua dengan tenaga sisa-sisa. Saat perhatian padanya berkurang, dia akan dengan segera meninggalkan... (merenungi langkah diri)


11 Desember 2011, pukul 9:40


Maka menulis adalah bentuk dari pelampiasan kekosongan, pengurangan beban dan sebagai penghilang jenuh juga penumpahan segala keluh...


11 Desember 2011, pukul 14:59


Lelah yang sangat, saat hati tak lagi lekat pada taat...


13 Desember 2011, pukul 9:29


Wahai Ilahi... ampuni kami saat ini, ampuni kami esok nanti, ampuni kami di kemudian hari, ampuni kami setelah mati...


16 Desember 2011, pukul 6:06


Saat kau berharap agar seseorang kehilangan kenikmatan, saat kau senang seseorang ditimpa kesusahan, mengharap ia dalam kubang kenistaan. Kau salah. meski ia orang yang menyakiti hingga sempat timbulkan benci. Itu dengki yang mengotori hati, itu dengki yang tak pantas dimiliki, itu dengki yang hanya akan membuat kau merugi... (mengingatkan diri saat letupan di hati muncul kembali)


17 Desember 2011, pukul 10:57


Aku punya kehendak dan keinginan, engkau pun demikian. Namun Allah lah Yang Maha berkehendak. Ia melaksanakan apa-apa yang ia kehendaki dan ingini, siapa pula yang bisa menentang kehendak dan keinginan-Nya? Maka terima saja segala peristiwa yang menimpa meski kadang di luar keinginan kita, toh Dia tak akan lupa selama kita senantiasa mengingat-Nya... ana uriid, anta turiiid, Wallahu fa''alul limaa yuriid...


18 Desember 2011, pukul 10:05


Wahai diri, jangan risau atas kegagalan yang berulang, semua adalah sarana pembelajaran. Tetaplah bersyukur karena kau masih sanggup bertahan dan tak putus harapan, tak pula berhenti di tengah jalan. Dia masih memberi kesempatan. Bukankah penilaian-Nya bukan pada apa yang kau genggam? Namun pada kesabaran dan ketahanan saat menghadapi benturan...


19 Desember 2011, pukul 6:37


Duhai diri, jangan terlalu bersedih hati. Bersemangatlah, bersemangatlah, jangan kau sesali apa yang telah terjadi. Penyesalanmu tak kan membuat semua kembali. Hidupmu hari ini... hidupmu hari ini... penuhi ia dengan kegiatan yang berarti.


20 Desember 2011, pukul 5:59


Andai saja tak ada hisab dan timbangan amal, andai saja tak ada pertanggungjawaban, andai saja setelah kematian tak ada lagi kebangkitan maka tentu akan kurasakan kemerdekaan, maka kesedihanku tak akan datang. Kuingin jadi debu setelah kematianku. Namun semua telah tertulis, semua telah ditentukan bahwa semua akan ditanya tentang apa-apa yang dilakukan di dunia. Maka aku bisa menjawab apa? Hanya bisa mengharap belas-Nya. Sungguh hari yang berat, yang tak kuketahui akhirnya berujung nikmat atau laknat... Hasbunallah wa ni'mal wakiil, ni'mal maula wa ni'man nashiir...


24 Desember 2011, pukul 10:38


Ia tak berharap menjadi orang besar atau sosok yang terkenal, cukup menjadi seseorang yang tercatat di akhirat sebagai hamba yang tanpa laknat. Bukan hamba yang durhaka, bukan pula penghuni neraka, bukan hamba yang disiksa, bukan pula hamba yang disia-sia oleh-Nya...


26 Desember 2011, pukul 18:02


Jangan terlena karena ada seseorang yang menyatakan cinta. Mengagumimu karena dalam pandangannya kau adalah calon imam yang ia idamkan. Kebohongan yang nyata jika kau membenarkan. Ghurur.. ghurur... nyata-nyata kau terpedaya, kebaikan macam apa yang kau punya? Jangan bangga, jangan lupa masih ada banyak dosa yang menanti untuk dibalas di hari setelah mati...


=======================================================


Rangkai kata di atas merupakan kumpulan status dari akun FB kami : "Tiada Nama (Ardhi el Mahmudi)"

Wednesday, December 7, 2011

Serpih Kata Di Sela Masa 9

07 Juli 2011, jam 8:10

Duhai orang-orang yang ingkar akan kebesaran pencipta alam. Tunggulah sesalanmu, tunggulah saat kepastian itu mendatangimu. Dan saat ketetapannya berlaku sesalan dan kesabaran tak lagi berguna bagi dirimu.

09 Juli 2011, jam 12:16

Hati lemah tak kan menyelesaikan segala kisah. Akan tanpa kesan, mungkin malah tumbang di tengah jalan.

11 Juli 2011, jam 16:43

Ini bagian dari kehendak-Nya! Meski kau benci kau tak bisa lari kau tetap harus jalani. Kalaupun kau tak rela dgn ketentuan-Nya, memangnya kau ini siapa? Tanpa kuasa dari-Nya kau tak bisa apa-apa. Masih juga tidak terima? Padahal jika kau pasrahkan dan kau pupuk kesabaran Ia kan anugerahkan kebaikan.

12 Juli 2011, jam 21:55

Karena kadang awalnya adalah keisengan sekedar sapaan, dan tak jarang berlanjut menjadi ikatan dalam lingkar kemaksiatan tanpa sadar, kemudian tak sedikit yg berakhir dengan tikaman menyakitkan. Tidakkah engkau belajar?

13 Juli 2011, jam 7:15

Harta yang didapat tak abadi, posisi yang ditempati pasti ditinggal pergi. Dan untuk apa demi mendapat keduanya kau saling berebut hingga timbulkan benci. Percuma jika yang kau perebutkan tak ada nilainya setelah regang nyawa, betapa ruginya mencurahkan segala upaya namun akhirnya sia-sia di sisi-Nya.

15 Juli 2011, jam 18:16

Saat pencapaian yang diharapkan tak juga dalam genggam, proses kehidupan menjadi begitu membosankan. Mulai putus asa dan sering berkata, "Untuk apa ini semua?"

Jangan... Jangan demikian... Karena Ia tak sekedar melihat hasil akhir, namun Ia memandang proses yg membuat hasil itu lahir.

16 Juli 2011, jam 13:40

Maaf. Aku pun sama, hanya manusia biasa. Yang bisa jatuh dalam kubang khilaf dan alpa.

16 Juli 2011, jam 18:55

Katamu, "Ini bukan masalah jatuh ke lubang yang sama, namun masalah rasa yang tak bisa kuhentikan lajunya." Apa pun alasannya satu yang kita tahu, nafsu itu masih mendominasi kalbu.

17 Juli 2011, jam 6:22

Seiring berubahnya angka usia moga kau semakin dewasa, semakin bertambah ilmunya, dimudahkan jalan rizkinya, juga jodohnya, dan kelak dikumpulkan bersama di surga. (untuk adik tersayang yang jarang dalam pandang)

18 Juli 2011, jam 8:06

Pulang, untuk membayar kerinduan, menyegarkan semangat agar tak pudar, dan mengisi energi demi perjalanan yang masih panjang.

18 Juli 2011, jam 10:48

Andai kau lihat ia apa yang kan kau rasa? Seorang bocah dengan satu mata sedang menjual suara, diiringi petikan gitar ia coba senandungkan lagu berisi pesan milik wali band. "ingat mati, ingat sakit, ingatlah saat kau sulit..." (dlm bis kudus-smg)

19 Juli 2011, jam 5:16

Rumah, tempat nyaman dimana cinta dilimpahkan. Tempat pulang dimana kelelahan dihilangkan

20 Juli 2011, jam 11:12

Saat hari-hari di alam kefanaan diisi dengan hal yang menorehkan kemanfaatan bagi kehidupan setelah kematian. Ketika tiap detik yang dianugerahkan senantiasa larut dalam kebaikan dan sesuai dengan perintah yang Maha besar, demikiankah kehidupan yang tak merugikan?

22 Juli 2011, jam 9:24

Bidadari di surga, tak kah kalian ingin menemuinya? Sebagai ganjaran nyata bagi pendamba mati di jalan Sang Maha.

23 Juli 2011, jam 12:10

Kembali melangkahkan kaki, menempuh perjalanan demi kemuliaan yang didamba setelah mati. Mendekat pada para pewaris nabi, yang tanpa pamrih membagi dan memberi ilmu yg bermanfaat bagi diri. (patas solo-semarang)

25 Juli 2011, jam 9:47

Ini bukan masalah bisa atau tidak bisa, tapi mau atau tidak mau. Saat tak ada kemauan untuk mewujudkan sesuatu meski sebenarnya mampu, maka memang selamanya segalanya tak akan bisa.

25 Juli 2011, jam 11:35

Suatu saat kau pasti kan jadi mayat. Dan mempertanggungjawabkan segala yang kau perbuat. Bagaimana bisa kau masih tertawa dengan maksiat yang terus lekat?

26 Juli 2011, jam 16:52

Teman, selamat atas keberanian yang telah kau buat. Butuh nyali untuk ucapkan janji suci. Kini kau telah menjadi imam dalam benteng peradaban. Qowwam bagi sosok yg menenangkan,semoga hidupmu dilimpahi keberkahan, barokallah. (utk salman,maaf aku tak bisa datang)

27 Juli 2011, jam 16:24

Meski lelah cobalah tuk tak berkeluh kesah. Bukankah akan ada balasan dari yang maha indah? Maka tersenyumlah karena kan ada nikmat tak bersudah sebagai anugerah.

29 Juli 2011, jam 6:47

Dengan banyak membaca al Qur'an dan mengingat kematian. Kau kan dapatkan hatimu bersih dari karat yang melekat. (Nasehat ustadz 25/1/11)

20 Agustus 2011, jam 7:00

Wahai diri, bukankah engkau hamba!? Sungguh, hamba yang lari dari tuannya tak kan pernah dapatkan keselamatan. Sedang sang Tuan senantiasa tahu yang kau lakukan. Kemana kau kan lari? Kemana kau kan sembunyi? Tak ada tempat bagimu kecuali kembali.

21 Agustus 2011, jam 19:59

Kau ingin pendamping yang sholihah, yang dalam pandanganmu ia tampak indah, yang kau harap bisa temanimu hingga ke jannah. Namun setelah berulang kali berusaha, juga tak putus berdoa yang kau dapatkan hanyalah kata penolakan. Maka satu yang harus kau lakukan setelah bersabar, berkacalah! Berkacalah, sudah pantaskah yang indah, yang sholihah kan temanimu hingga ke jannah.

22 Agustus 2011, jam 17:25

Wahai diri, berkaca! Berkaca! Jangan kira kau orang taqwa! Mungkin saja kelak di akhirnya tempatmu adalah kerak neraka! Sebab cabang-cabang kemunafikan yang kau masuki tanpa henti ditambah kemaksiatan berulang yang tanpa sadar kau nikmati, sedang kau mengaku bagian dari para penyeru, betapa tak punya malu! Munafik!

22 Agustus 2011, jam 20:07

Wahai kawan, semua kata yang kutuliskan bukan untuk kalian, tapi untukku sendiri. Keras memang, tajam hingga kadang cenderung kasar. Karena itu untuk diriku, karena jiwa ini butuh dipacu, karena hati ini terlalu bebal membatu. Ini caraku, ini untukku agar kumampu bertahan di jalan Rabbku

23 Agustus jam 11:30

Duhai diri, tak kah kau sadari kerak dan daki telah menutupi setiap mili potongan hati. Hingga ia mati, mengeras tak tertembus cahaya ilahi. Meski kau masih berjalan di muka bumi, lebih pantas bagimu diberi takbir empat kali.

24 Agustus 2011, jam 19:21

Manisnya tak sempat kurasa. Dan kini ku sudah di penghujungnya. Ramadhan berlalu sisakan galau di hatiku.

25 Agustus 2011, jam 19:27

Setelah sepekan dihadapkan pada proses pencetakan al Qur'an, melihat dari dekat dan ikut sedikit terlibat, apa yang kudapat? Semoga tercatat dan memperberat timbangan kebaikan di akhirat. (malam terakhir di klaten)

26 Agustus 2011, jam 10:00

Di penghujung ramadhan kuberanikan diri mengirim kabar. Maafkan segala kesalahan yang kulakukan. Kuharap kita tetap saudara dan nantinya dikumpulkan di surga bersama para hamba yang bertaqwa.

30 Agustus 2011, jam 11:32

Saat syawal datang menjelang, takbir kemenangan bersahutan seakan menjadi isyarat untuk saling memaafkan, saling melebur kesalahan.

Maafkan jika ada salah dalam tingkah dan polah. Maafkan bila ada ungkap kata yang timbulkan luka.

Dan semoga dosa kita terhapus saat hari kemenangan tiba, hingga nantinya kita dikumpulkan bersama insan bertaqwa, di surga.

30 Agustus 2011, jam 21:21

Kudengar takbir bersahutan, kudengar asma-Nya berkumandang. Ia maha besar, Ia maha besar, milik-Nya segala pujian.

31 Agustus 2011, jam 14:50

Ada waktunya nanti. ada kalanya kita tak butuh pengakuan mereka. Cukup lakukan yang kita bisa

(Petikan kata-kata di atas adalah kumpulan status di Akun Facebook “Tiada Nama“ -ardhi el mahmudi-)

Wednesday, September 21, 2011

Wahai Wanita, Bukankah Kau Berharga?

Wahai wanita bukankah kau berharga?

Kenapa pula kau menanti hal yang tak pasti,

menghambakan diri dengan setia

pada seseorang yang belum tentu menjadi pendampingmu di kemudian hari.

Kau...

kau sempitkan keluasan kesempatan yang Allah berikan.

Dan dengan bodohnya menyerahkan diri dalam ikatan yang hakekatnya jeratan.

Kau bilang itu cinta, cintamu tak pada tempatnya,

Cinta tanpa pahala!

Kesetiaanmu, kau pikir ada nilainya?

 

Dia bukan suamimu,

bukan pula ayah dari anak-anakmu.

Dia cuma lelaki ajnaby yang mengumbar janji,

merayu dengan kata-kata mesra

atau tampang yang bukan miliknya.

 

Kalau memang ia lelaki yang taat pada Ilahi,

tentu ia akan datang dengan kesiapan hati untuk menikahi

dan tidak berkata padamu saja

namun datang juga pada orang tua.

Dia akan menempuh jalan halal

bukan dengan menjadikanmu sekedar pacar.

 

Apa kamu bodoh

atau terlalu lugu hingga tertipu dengan janji palsu?

Atau kamu bebal hingga turuti hawa nafsu

Atau memang kamu begitu murah

hingga menerima hubungan yang sekedar coba-coba,

betapa malangnya jika kau tanpa harga??

 

Wahai wanita bukankah kau berharga?

Mengapa menyambut uluran tangan yang belum halal

membiarkan wajahmu dipandang tanpa perjanjian yang disyariatkan

kulitmu kau sentuhkan tanpa enggan, tiada sungkan

tak sadarkah, kau hinakan kehormatan yang dianugerahkan

dengan demikian, kesucian pun kau umbar tanpa penjagaan

 

Dan apa yang kan kau berikan pada pasangan hidupmu kelak?

Sisa-sisa? dari jamahan banyak laki-laki?

Sisa-sisa? dari hati yang telah mampir kesana kemari?

betapa tak punya rasa memberi barang bekas pada sosok yang kan setia?

betapa tak kenal budi dan tak hargai jasa memberi sisa pada imam yang dipilihkan Tuhan?

Dimana akalmu kau letakkan?

 

Wahai wanita bukankah kau berharga?

Atau sebaliknya ... begitu murahnya?

 

 

(Kamar mungilku. Wonogiri, 21/09/2011. Mencoba berkaca.)

Bentrok! -mengenang Koja-

Cemooh menyulut
Lemparan bersahut
Bongkah batu menari
-kesana kemari
Pukulan bertubi menimpa diri
Desak rusuk dihimpit amuk
Tendangan kaki menekan sendi
Patah bunyi berderak teriak meninggi

Bakaran api membumbung asap
Sela-sela arang melangkah derap
Parah terkulai lemah
Bersimbah anyir darah
Berbingkai tanah
Jelajah nurani tersamar punah

(Kudus, Mei 2010)

Thursday, July 7, 2011

Serpih Kata Di Sela Masa 8

16 Februari 2011, jam 6:32
Kuasa sang Maha begitu ia harap hadir di kalbu. Karena hasrat-hasrat tercela yang berbalut kesiaan begitu menggebu. Ia lelah larut dalam dekap semu tak tentu.

17 Februari 2011, jam 8:55
Saat niat itu teguh terhunjam maka pertolongan Allah pasti datang. Penjagaan-Nya senantiasa ada pada orang-orang yang teguh pendirian dalam kebaikan.

18 Februari 2011, jam 7:57
Dunia maya… benarkah penuh tipu daya?
Tidak sepenuhnya, ini adalah medan baru, medan mendulang pahala bagi para penyeru…
SEMARAKKAN DUNIA MAYA DENGAN AYAT-AYAT-NYA!!!
Kita adalah da’i sebelum apa pun, da’i sebelum apapun!!!

18 Februari 2011, jam 20:36
Cermin buram itu tak cukup bisa memantulkan bayang sempurna. Hingga membuat diri tak sadar bahwa wujud badan & rupa sudah tak sedap di mata. Butuh cermin bening agar bisa mengamati diri & menata penampilan menjadi rapi kembali. Demikian juga pergaulan, teman yang buruk ibarat cermin buram yang membuat kita tak sadar bahwa diri kita penuh kotoran. Sedang teman yang sholeh adalah cermin bening yang menunjukkan letak kotoran yang harus dibersihkan

19 Februari 2011, jam 7:11
Wahai diri, kejayaan tak kan diperoleh dengan berpangku tangan. Kejayaan tak kan dinikmati tanpa pengorbanan. Kejayaan tak kan direngkuh dengan keluh. Sungguh, tujuan tak kan tergenggam hanya dengan gerutuan! Maka jangan hanya diam dengan tatap nanar. Berbuatlah! Gerakkan setiap sendi anggota badan, dan lafadzkan doa di lisan. Yang maha Besar pasti menyaksikan dan nantinya menganugerahkan keberhasilan.

19 Februari 2011, jam 17:14
Wahai diri sabar saja, pasti ada kesempatan untuk menggerakkan pena dan melahirkan satu dua buah karya. Ada masanya, untuk merangkai kata ungkapan rasa, menuangkan semua menjadi cerita dan menyampaikan segala asa jua cita pada manusia. Saatnya nanti pasti tiba.. pasti tiba... <rindu pada buku dan penaku>

20 Februari 2011, jam 6:48
Renungan yang ingin kuulang-ulang. Iman itu tidak hanya dengan ucapan, tapi juga diiringi dengan amal. Islam itu bukan sekedar slogan, bukan sekedar ritual tapi tuntutan kehidupan, yang mengatur segala urusan seseorang dari bangun tidur hingga tidur kembali, tapi sering kali kita tidak menyadari. Semoga iman dan islam kita bukan hanya sekedar di lisan.

20 Februari 2011, jam 20:14
Ketika hasrat itu tak tertahan untuk diungkapkan, siapa yang bisa disalahkan? Sedang ia adalah fitrah setiap insan. Istighfar berulang akan menenangkan, menahan gejolak yang tak sepantasnya datang. Seratus kali, dua ratus kali atau seribu bila perlu. Karena hati ini bukan milik kita sepenuhnya, ia berada di antara jari-jari sang Maha Kuasa

22 Februari 2011, jam 10:09
Kamu tak lebih dari debu, yang dibentuk oleh sang Maha mampu. Apa kuasamu jika nyawa tak lekat di jasad? Sekedar tubuh kosong tanpa bisa berbuat. Semua yang dipunyai bukan milik sendiri, Dia memberi tanpa minta ganti. Duhai diri apa tak jua kau sadari? Masihkah pantas kau ingkari tanpa mau mensyukuri dan tak juga mengabdi sepenuh hati pada yang Maha Tinggi?

22 Februari 2011, jam 17:09
Memang, itu hasrat yang tak pernah sengaja kau buat. Muncul dengan cepat dan mengendap hingga timbulkan karat. Mengapa juga masih dipelihara sedang ia membuat lelah di jiwa, bahkan tak jarang timbulkan luka nganga. Sekedar usahamu tak kan mampu enyahkan rasa di kalbu karena hati itu bukan milikmu, Maka mintalah pada penciptamu tuk enyahkan segala hasrat yg tak kau mau.

24 Februari 2011, jam 19:20
Saat rangkaian kata hanya untuk tebar pesona, mencari perhatian wanita dan timbulkan rasa penasaran di benak manusia. Apa manfaatnya? Wahai diri, apa yang kan kau dapatkan di sisi Ilahi jika niat telah salah tempat dan nasehat malah timbulkan karat?

19 Maret 2011, jam 11:58
Pemuda itu memandang langit, sembari jarinya membentuk simbol tauhid. Wajahnya pun tampak memelas mengharap belas. "Wahai rabb semesta alam, teguran-Mu menyakitkan. Aku bukan Salman, aku hanya manusia akhir zaman dengan secuil keimanan...maafkan jika ku tak cukup sabar menghadapi cobaan."

22 Maret 2011, jam 23:15
Berhenti, berhenti jangan kau teruskan lagi jika tak ingin ada yg terlukai. Apakah kau hendak mengulang kesalahan yg sama? Dan tak juga belajar pada peristiwa yg sempat menyesakkan dada?

23 Maret 2011, jam 22:56
Pemuda itu bilang padaku, "Aku rindu pada hatiku yg dulu, saat segala hasrat tertuju untuk ilmu dan demi terus menyeru. Kini aku begitu ingin berhenti karena fitnah terus saja membayangi. tapi apakah itu terpuji, meninggalkan jalan juang karena takut pada cobaan perempuan?" timpalku, "Resiko para bujang. Hanya bisa sabar hingga kesempatan datang."

24 Maret 2011, jam 21:46
Bukan tak ingin, namun memang belum mungkin. Bukannya tak suka namun memang belum bisa. Maka hanya bisa menggelengkan kepala saat uluran tangan dan tawaran berulang kali datang. Jalan ini lebih menarik hati demi balasan yg lebih abadi.

31 Maret 2011, jam 8:13
"Maaf aku tak bisa menyelesaikannya, terlalu sakit untuk mencoba menuliskannya. Merangkum semua peristiwa dalam rangkai kata hanya menambah luka nganga di dada. Aku ingin membekukannya hingga kusanggup tuk menggerakkan pena tanpa rasa kecewa, tanpa dengki dan benci yang menguasai hati." Katanya. Aku pun hanya menganguk dan mengucap, "Semoga suatu saat bisa kau tuliskan agar bisa menjadi pelajaran bagi setiap orang."

01 April 2011, jam 13:25
Kau coba tekan gundah namun memang tak mudah. Duhai yang maha indah,tolong jangan biarkan luka ini merambah semakin parah.

04 April 2011, jam 13:03
"Selama niat itu masih ada maka jangan hentikan langkah demi menggapai cita. Tak perlu risau akan masa depan yang tampak kacau, jalanmu sudah benar tinggal bisakah kau bertahan tuk menyelesaikan segala yang kau dambakan."  -hikmah dari ayah-

13 April 2011, jam 21:25
Mencoba menerima dengan lapang dada segala ketentuan yang telah diputuskan oleh-Nya. Dan hiburku dalam hati, "Ini yang terbaik bagi diri... yang terbaik bagi diri."

13 April 2011, jam 21:44
Makhluk rendah dari tanah, yang tak lepas dari keluh kesah tak kah kau sadar bahwa engkau lemah?
Tak usah pelihara kebanggaan berlebihan atas segala yang telah ada dalam genggaman. Dia bisa mencabut segalanya dengan satu ungkap kata.
Teguran ini seharusnya menyadarkan diri, menyakitkan memang. Namun terima kasih Tuhan atas teguran yang meluruskan hingga aku tak berlama terjerumus dalam kubang kenistaan...

16 April 2011, jam 22:58
"Dengan cita-cita dan darahku!" dengan keduanya ia telah bulatkan tekad memikul beban berat dalam hari-hari penat, ia kan menempuh jalan penuh rintangan yang menuntut kesabaran dan pengorbanan. "Dengan cita-cita dan darahku!" ucapnya, tanda kuatnya asa yg terpatri di jiwa.

14 Mei 2011, jam 22:32
Menulis, demi membunuh gundah yang tak juga enyah.

27 Mei 2011, jam 12:58
Ataukah kau begitu bebal, layaknya hewan ternak yang tak berakal? Hingga tak lagi bisa menerima pesan-pesan dari langit, bahwa saat masalah menghimpit, hidupmu terasa sempit atau pun tertimpa sakit, Ia menjanjikan kebaikan yang tak sedikit. (dari: Wahai diri, dimana kesabaranmu? Dimana rasa syukurmu?)

30 Mei 2011, jam 14:11
Semua bermula dari mimpi, dan inginku menujukan mimpi-mimpi demi kehidupan setelah mati. Sungguh nilai di sisi Ilahi itu lebih abadi.

03 Juni 2011, jam 14:09
Wahai diri, jangan putus asa! Putus asa hanyalah milik orang-orang yang ingkar pada yang Maha Besar. Ia masih mendengar, Ia senantiasa memandang, ketika para hamba menambatkan harapan, melantunkan doa-doa panjang dan merentas usaha sepanjang kemampuan. Ia tak pernah mengecewakan...

10 Juni 2011, jam 11:20
Ia ingin terpuji di hadapan-Nya dan menjadi mulia di mata-Nya. Memang ia rasa masih jauh dari gelar taqwa seperti para sahabat nabi atau seperti definisi dalam kitab suci. Namun ia berharap bisa membersamai di surga nanti...

17 Juni 2011, jam 14:04
Saat kilatan pedang begitu indah dalam pandangan. Dan darah yang mengucur menjadi hiasan. Debu dan peluh, sayatan luka dan potongan tubuh menjadi bukti atas pengorbanan diri demi kalimat-Nya yang kan terus meninggi. Diawali oleh Yasir dan Sumayyah, Mush'ab dan Hamzah, Ja'far dan Zaid ibn Haritsah. Selamanya, syahadah menjadi anugerah terindah yang didamba setiap yang berjuang fi sabilillah...

18 Juni 2011, jam 23:18
Di sudut ruangan ia duduk berteman catatan harian. Melampiaskan semua melalui kata dan mencoba merekam hari-harinya dengan tarian pena. Saat ia ditanya, "Untuk apa?" Jawabnya, "Dengan tulisan kutumpahkan galau hati untuk mengurangi beban diri, juga untuk koreksi atas hari-hari yang kujalani dan menggali kata yang bisa menjadi inspirasi."

25 Juni 2011, jam 23:29
Di sebuah pertemuan, berjumpa ratusan orang yang bersama mendengar paparan seorang cendekiawan. Sebuah renungan tentang peran Al Qur'an dalam kancah kehidupan. (Satu malam di Buaran, Pekalongan)

(Petikan kata-kata di atas adalah kumpulan status di Akun Facebook “Tiada Nama“ -ardhi el mahmudi-)

Friday, July 1, 2011

Wahai Putra Mubarok...

Wahai putra mubarok,
Pernah engkau menunggu sebuah jendela terbuka.
Sekedar menanti semburat wajah yang dicinta.
Dari petang kau berdiri dengan bimbang.
Sembari menahan dingin salju yg menerjang
kau bertahan hingga subuh datang.
Sampai tanpa sadar kewajiban isya' kau lupakan.

Sesalmu pun panjang,
karena demi wanita yang dicinta kau bisa berdiri sepanjang malam.
Sedang untuk Robb pencipta alam
hanya sekedar penggugur kewajiban.

Kau pun berpaling dari cinta fana menuju taubat nasuha
hingga senantiasa berusaha mempersembahkan bakti yang sempurna

Kau pun lakukan perjalanan panjang
demi menambah pemahaman akan islam
melintas batas negara
dan akhirnya menjadi seorang ahli ibadah dan ulama terkemuka

Wahai putra mubarok
pertaubatanmu mengantar pada kemuliaan
hingga saat kau lelap di sebuah taman
seekor ular pun rela menungguimu
dan sesekali mengusir lalat yang hendak mengganggumu

Wahai putra mubarok
Semoga kami bisa menempuh jalan yang sama
jalan warisan yang ditinggalkan teladan utama
rasul Muhammad dan sahabat-sahabatnya

Friday, May 27, 2011

Wahai Diri, Dimana Kesabaranmu? Dimana Rasa Syukurmu?

Apa yang engkau sedihkan? Engkau merasa kehilangan karena ditinggalkan, serasa diabaikan dan dicampakkan. Dan kau pun menganggap kehidupan begitu kejam, gelap memburam. Kenapa engkau risau? Galau dengan hati kacau. Hanya karena sedikit cobaan dari-Nya kau sudah merasa menjadi hamba yang tak sanggup lagi hidup di dunia.

Sampai kapan kau kan larut dalam sedih berkepanjangan? Sampai kapan kau kan tenggelam dalam kubang kenestapaan? Padahal kau telah menyaksikan orang-orang tegar yang terus bertahan dengan segala kekurangan. Takkah kau mengambil dari mereka satu dua pelajaran?

Bukankah engkau telah berjumpa dengan sosok buta yang tetap ceria dan tidak memelihara duka? Ia ridho dengan keputusan Robbnya. Kebutaannya bukan penghalang untuk tetap jenaka penuh canda. Dengan penglihatan yang tidak sempurna ia masih tetap bersemangat dan tidak menganggap dunia kiamat hanya karena baginya semua gelap. Meski punya kekurangan ia tak menggantungkan pada belas kasihan orang-orang untuk mendapat makan. Ketrampilan pijatan tangan menjadi jalannya menafkahi kehidupan. Ia juga tidak berhenti belajar, ujung jemarinya ia gunakan untuk membaca. Dan tanpa mata yang bisa melihat cahaya ia menghafal firman sang Maha. Bukan sekedar satu dua ayat, atau hanya beberapa surat namun satu kitab! 144 surat, enam ribuan ayat ia coba lekatkan dalam ingat.

Engkau juga telah bergaul dengan beberapa orang yang mempunyai langkah timpang. Virus polio yang menghambat pertumbuhan tulang menjadikan mereka tak mampu berlari sebab cacat di kaki. Namun mereka tetap melangkah ke depan dan rela atas ketentuan dari yang Maha Besar. Cacat di kaki tak menghalangi untuk mendapat ridho ilahi, tidak membuat lisan kaku tak juga menjadikan akal buntu. Dan ayat-ayat-Nya mengalun dari lisan-lisan itu. Senyuman mereka, juga tawa ceria senantiasa mengiringi hari-hari mereka dalam menghafal kalam-Nya.

Tidakkah kau juga belajar tentang kerelaan atas ketentuan pada seorang ayah yang bersamanya kau pernah sholat berjama’ah? Saat itu ia berdiri di barisan depan, disampingnya seorang anak duduk dengan kaki dijulurkan. Dalam keceriaan, lisan si kecil mencoba mengikuti bacaan sang imam sembari mempermainkan tangannya yang tidak normal. Selepas sholat, sang ayah memeluk anak itu, menciumnya dengan sayang dan menggendongnya karena memang sang anak tak mampu berjalan, ia lahir dalam kelumpuhan.

Engkau melihat mereka, bertemu mereka dan menyaksikan segala yang menimpa mereka, nyata di depan mata. Mata yang buta, tulang kaki yang tumbuhnya berhenti dan ayah yang menggendong bocah bertangan cacat, berkaki lumpuh semua itu akan terus mereka rasa hingga regang nyawa. Cobaan dan keadaan yang mereka alami tak sekedar satu dua hari, namun akan terus menyertai hingga nanti di batas mati!

Sedang dirimu? Dengan cobaan yang tak seberat mereka, yang sifatnya sementara dan akan hilang seiring dengan berjalannya masa kenapa terus saja pelihara duka? Hari-harimu pun penuh keluhan seakan diperlakukan tanpa keadilan, kadang menuntut Tuhan bahkan menghujat seperti orang tanpa iman.

Wahai diri, dimana kesabaranmu? Dimana rasa syukurmu?

Tidakkah kau sadari, ketika kau kehilangan sesuatu yang belum tentu baik bagimu, kau masih punya dua mata yang bisa memandang. Pendengaran, penciuman dan semua indra yang masih bisa digunakan. Kaki dan tangan utuh tak berkurang. Tubuh dan fungsi organ dalam yang tak hilang. Akal pikiran yang masih sadar. Dan juga ilmu pengetahuan yang mengantar pada kebenaran. Sungguh, Ia mengambil sesuatu yang belum perlu kau miliki dan menyisakan hal-hal yang pasti memberi manfaat pada diri.

Wahai diri, dimana kesabaranmu? Dimana rasa syukurmu?

Ketika kau merasa hancur karena dikhianati, ditinggal pergi sosok yang kau sukai dan mendapati janji-janji yang diingkari, Ia masih hadirkan orang-orang yang mencintaimu bagaimana pun keadaanmu, Ayah, ibu dan saudara-saudaramu! Ia juga masih memberikan teman-teman yang menyertai dalam hidup keseharian. Guru-guru yang selalu memberi ilmu. Rekan belajar yang masih selalu mengingatkan. Dan kenapa kau masih bersedih karena satu orang yang tidak halal?

Wahai Diri, dimana kesabaranmu? Dimana rasa syukurmu?

Ataukah kau begitu bebal, layaknya hewan ternak yang tak berakal? Hingga tak lagi bisa menerima pesan-pesan dari langit, bahwa saat masalah menghimpit, hidupmu terasa sempit atau pun tertimpa sakit, Ia menjanjikan kebaikan yang tak sedikit.
Bukankah kau pun telah tahu, Ia akan berikan balasan yang tak terbilang bagi orang-orang yang senantiasa bersabar. Ia juga kan tambahkan kenikmatan bagi orang yang lekat dalam kesyukuran. Atau kah kau ragu dengan yang telah Ia firmankan?

Wahai diri,
Orang-orang yang sabar dan mengerjakan kebajikan, mereka memperoleh ampunan dan pahala yang besar.
Dan karena Tuhanmu, bersabarlah… Maka bersabarlah kamu sesungguhnya janji Allah itu benar… bersabarlah engkau dengan kesabaran yang baik… Dan bersabarlah karena sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan…. Dan pahala yang besar itu hanya diperoleh orang-orang yang bersabar….

Wahai diri,
Allah tidak akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman. Dan Allah Maha mensyukuri, Maha mengetahui.
Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa bersyukur kepada Allah maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri… Bersyukurlah kepada Allah dan syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya menyembah kepada-Nya. Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Dia akan menambah nikmat kepadamu. Karena itu, hendaklah Allah saja yang engkau sembah dan hendaklah engkau termasuk orang yang bersyukur.

Belum cukupkah semua itu? Ataukah kau masih juga larut dalam ragu. Jika memang demikian,
Wahai diri, dimana kesabaranmu? Dimana rasa syukurmu?

Duhai diri, tidakkah kau rasa cinta-Nya yang tak mengenal batas ruang dan masa? Ia berikan dua jalan keluar pada setiap satu permasalahan. Pun saat ditimpa kesusahan maupun dalam gelimang kenikmatan Ia beri kesempatan untuk senantiasa dalam naungan keridhoan, tinggal sang insan akan dengan ringan atau malah enggan dalam menjalankan apa yang dianjurkan. Sungguh, dengan kesabaran dan kesyukuran kau akan selalu dalam kebaikan, akan selalu dalam kebaikan…Wallahu a’lam.

NB:

(QS.11:11) (74:7) (40:55) (70:5) (11:115) (28:80)
(QS. 4:147) (31:12) (2:172) (16:114) (17:17) (39:66)

------------------------------------------------------------------------------

Kudus, dengan mencuri-curi waktu antara April dan Mei 2011.

Sunday, February 6, 2011

Ibu Menangis Untukku

Ibuku menangis untukku,
Kudengar isaknya. Kudengar berubahnya nada suara. Tertahan oleh gumpal sesak di dada. Serak oleh leleh air mata

Ibuku menangis untukku,
Setelah sebuah cita tak mampu kugenggam dengan sempurna. Saat niat baik dan tekad yang kucoba wujudkan tersengal di tengah jalan, tumbang dan gagal kupeluk dalam rengkuhan.

Ibuku menangis untukku,
Ketika kekecewaanku begitu dalam karena harapan yang sekian lama kujaga dan kupelihara hancur begitu saja. Semua karena kesalahan langkah, karena keegoisan diri yang masih mendominasi, karena lisan yang masih sulit ditahan, karena kesabaran yang tak juga sempurna bersemayam dan karena sikap menunda yang menghilangkan kesempatan. Keping-keping asa pun rata tanpa bekas setelah kucoba susun dengan usaha keras.

Ibuku menangis untukku,
Sebab kepahitan yang harus kutelan. Jua karena benturan menyakitkan yang membuat bekas memar di sudut hati sanubari. Ada pula tusukan kata yang tinggalkan luka nganga yang entah kapan tersembuhkan.

Ibuku menangis untukku,
Dan di sela isaknya kudengar pesan disampaikan, "Le, gusti Allah iku ora nate sare." (Nak, Allah itu tidak pernah tidur)
=====================
Kudus, Ahad 6 Feb 2011
untuk ayah ibu yang tertunda mendapat menantu.

Thursday, February 3, 2011

Serpih Kata Di Sela Masa 7

16 September 2010,  21:44
Mataku berkaca saat memandangnya yang masih bisa tertawa ceria dan bersikap jenaka meski penglihatannya telah tiada. Dia begitu akrab dengan gelap tanpa cahaya gemerlap. Namun mungkin saja hatinya lebih terang dari kita berkat firman Tuhan yang ia hafalkan dan senantiasa dilafalkan. Kebutaannya bisa menjadikan ia mulia. Bagaimana dengan kita yang hidup dengan tubuh sempurna?

17 September 2010, 7:53
Tanpa kekuatan-Mu kutanpa daya. Tanpa kemurahan-Mu ku kan jadi papa. Pada-Mu, hanya pada-Mu kutitipkan asa. Tiada kuasa selain kuasa-Mu wahai pemilik alam raya...

20 September 2010, 9:23
Dan cobalah kembali menata hati, merangkai cinta yang lebih sempurna demi kehidupan abadi yang telah menanti. Jangan lagi hati tercabik cakar kerinduan dan hasrat tipuan setan. Fitrah cinta pada manusia memang butuh pemenuhan. Namun bukan dengan ungkapan rindu dan sayang di luar kehalalan. Sebelum akad diucap, tak akan ada kehalalan yang didapat.

21 September 2010, 11:40
Ia bukanlah obat untuk hati berkarat, namun candu yang mengantar pada rasa semu tak tentu. Ia bukanlah bunga penghias jiwa namun benalu yang menggerogoti kalbu. Kerinduan dan rasa sayang di luar kehalalan, hilangkan saja dan biarkan dimatikan. Biarkan tercabut hingga ke akar. Nanti pasti kan digantikan dengan yang lebih memberi keberkahan dan dalam bingkai keridhoan.

29 September 2010, 10:48
Wahai penempuh jalan Qur'an, wahai para penjaga kalam Tuhan. Inilah hadiah terindah dari Ar Rahman, dianugerahkan hanya pada orang-orang pilihan. Jangan dibuang! jangan abaikan! Jaga hingga tumbang, hingga nyawa melayang...

01 Oktober 2010, 14:51
Setan mungkin tertawa melihat tingkah manusia yang terjebak cinta di dunia maya. Demi sosok yang dicinta seorang pemuda bisa bertahan berjam-jam bercengkrama tanpa tujuan dengan seseorang di seberang. Tapi untuk Robb pencipta alam hanya sekedar penggugur kewajiban, berdiri dengan enggan dan secepat kilat rekaat demi rekaat diselesaikan. Duhai Ilahi, lindungi diri ini dari kelalaian yang terulang...

15 Oktober 2010, 13:53
Pesan beliau sederhana, "Bukan karena apa-apa dan bukan karena siapa-siapa." Ya! memang segala niat selayaknya hanya untuk Dia, Yang Maha segalanya. Semoga keikhlasan dalam dada segera terwujud sempurna...

21 Oktober 2010, 21:34
Tak butuh nama besar untuk menjadi hamba tuhan yang dimuliakan. Tak butuh pula gelar berderet di belakang nama demi derajat taqwa di sisi-Nya. Budak belian bisa saja lebih mulia dari seorang raja. Seorang tanpa pendidikan tinggi bisa jadi lebih berarti dari pada orang-orang yang lulus dari luar negeri. Tak ada jaminan, penilaian dan pandangan dari manusia bisa membawa ke surga.

29 Oktober 2010, 13:51
Diajak pada kebaikan ia enggan. Ditunjukkan pada kebenaran ia menghindar dengan bermacam alasan. Berdalih dengan kata, "lebih nyaman" atau "agar lebih diterima banyak orang" ia sampingkan ajakan menuju keridhoan. Apa arti "nyaman" jika berkubang dalam keburukan dan kesiaan? Apa arti "diterima banyak orang" jika nantinya ditolak oleh penguasa semesta alam?

04 November 2010, 12:56
Entah sang masa akan tertawa atau mencela saat melihat manusia senantiasa menghiasi hari dengan hal sia-sia tanpa jeda. Larut dalam alpa dan lupa bahwa ia akan ditanya setelah kematian menjemputnya...

05 November 2010, 13:24
Lemahku sangat, berulang terkalahkan oleh syahwat, jua berkubang dalam syubhat. Tanpa kuasa-Mu ku takkan mampu bertahan dalam taat. Mohonku akan anugerah istiqomah yang lekat.

12 November 2010, 12:41
Tentang Ia jika berani! Tantang saja jika punya nyali! Sedang langit dan bumi Ia yang kuasai. Dia pula yang tentukan hidup dan mati. Rizki pun Ia yang memberi. Jiwa setiap manusia ada dalam genggaman-Nya. Bebal benar orang-orang yang tetap gembira meski dalam alpa. Sungguh tak berakal yang tetap senang meski berkubang dalam kesalahan berulang. Takkah terpikirkan pada siapa mereka membangkang?

19 November 2010, 12:27
Dia melihat setiap apa yang diperbuat. Dia mendengar semua yang lisan umbar. Meski tersembunyi di hati, Ia tetap mengetahui. Sungguh, kebaikan dan keburukan yang dilakukan tak akan lepas dari pengawasan. Dan nantinya akan menuai balasan.

26 November 2010, 19:10
Wahai diri, basuh dulu hatimu. basuh dgn menjauh dari segala hasrat tercela yang masih juga berlabuh. Basuh dulu hatimu. basuh dengan linang air mata sesal atas alpa yang sering berulang. Semoga jalan cahaya menuju taqwa sinari gelapnya hati yang tertutupi noktah-noktah salah yang terus bertambah tak bersudah

22 Desember 2010, 1:55
Wahai diri, kau pasti mati! Dan bekal apa yang akan kau bawa nanti? Siapkah kau ditanyai atas apa-apa yang telah dilalui? Dan alasan apa yang akan kau utarakan pada Ilahi saat mendapati amal-amalmu tanpa arti.

24 Desember 2010, 6:16
Dia tak butuh peribadatan seseorang untuk menambah kebesaran. Dia tak kan terhina karena pembangkangan para hamba. kemuliaan-Nya telah sempurna dari semula. Kebaikan dan keburukan yang dilakukan seseorang akan kembali pada yang melakukan dan tak mempengaruhi kekuasaan yang Ia genggam! -"In ahsantum ahsantum li anfusikum. wa in asa`tum falaha." (QS. 17:7)-

26 Desember 2010, 13:08
Sang guru di depanku mengucap sesuatu, ''Anakku, jagalah lisan dan pandangan! Jangan kau umbar! Karena menjaga keduanya adalah salah satu jalan menuju kekhusyu'an, mempertahankan kecerdasan dan agar ilmu yang telah didapatkan tak hilang dari ingatan.''

27 Desember 2010, 14:37
Makna apa yang akan ditorehkan dalam kehidupan jika niat dan kehendak sarat akan kepentingan golongan tanpa ketulusan? Nilai apa yang akan didapatkan dalam perjuangan jika gerak dan seruan tak lagi mengikuti aturan pemilik alam dan tak juga mengambil teladan dari insan pilihan? Akankah amal-amal diterima bila tanpa ikhlas demi ridho-Nya dan tak berittiba' pada utusan-Nya?

28 Desember 2010, 11:29
Kebersamaan akan melengkapi kekurangan diri. Satu sama lain akan bisa saling mengisi jika mau mengerti, menghormati dan menyadari bahwa setiap pribadi menyimpan potensi.

30 Desember 2010, 21:58
Keakuan berlebihan hanya akan timbulkan perpecahan. Bukankah keberadaan setiap orang beriman adalah untuk saling menguatkan? Mengapa enggan bergandengan dan terus saja memelihara kerenggangan hanya karena beda pandang? Jika memang hati-hati itu ikhlas demi kerindhoan pencipta alam dan demi tegaknya syi'ar islam tentu persatuan bukanlah sebuah kemustahilan.

31 Desember 2010, 9:39
Sumpahnya, ia akan datang dari segala sisi. Depan, belakang, kanan dan kiri. Godanya tak pandang masa demi kesesatan manusia. Jahannam telah dijanjikan bagi orang-orang yang terbujuk rayuan dan menjadi pengikutnya. Hanya orang-orang pilihan yang akan selamat dari tipu dayanya. Sungguh dia adalah musuh yang nyata.

 

(Petikan kata-kata di atas adalah kumpulan status di Akun Facebook “Tiada Nama“ -ardhi el mahmudi-)