Monday, November 16, 2009

Apresiasi Cerpen "Ta'aruf Titi"

Oleh: El Herlian Ardivia*


1. Judul: Ta’aruf Titi

Judulnya tidak “eye catching’. Terkesan sangat biasa dan kurang persuasif.
Judul yang terlampau umum dan sederhana, bisa mengurangi minat pembaca untuk mengikuti alur cerita dari awal sampai akhir.

Judul itu daya jual pertama yg ampuh mempengaruhi ketertarikan pembaca, jadi memang harus dipilih dengan sebaik-baiknya dengan memakai diksi yang kuat dan tepat.

Beda dengan: “aku kehilangan dia dua kali” (membuat pembaca penasaran, karena hanya dengan membaca judul, kadang sudah timbul pertanyaan dalam benak hati)

Atau coba bedakan dengan judul-judul cerpen dibawah ini:
1 Aku, liebestraum, dan cinta itu
2. Jaring- jaring merah
3. Lebaran di karet-karet
4. Burung kolibri merah dadu
5. Nyanyi sunyi seorang bisu

2. Kata Asing

Di dalam cerpen ini banyak mempergunakan kata asing (bahasa arab dan jawa), tetapi tidak disebutkan keterangan arti kata-kata asing tersebut. Tidak semua pembaca mengerti bahasa asing yang penulis gunakan, jadi sewarjanya ditulis keterangan kata atau istilah-istilah yang digunakan dibawah cerpen. Semacam catatan kaki.
El menemukan:
Bahasa arab:

  1. Ta’aruf

  2. Ukh (ukhti)

  3. Anti

  4. Ente (antum)

  5. Akh (akhi)

  6. I’dad

  7. Syukran


Bahasa jawa:

  1. Nduk

  2. Mosok

  3. Ndak

  4. Sampeyan


Istilah asing:

  1. Mahdzab

  2. Harokah

  3. Nasab

  4. Jama’ah


3. Penceritaan

Ceritanya mengalir lancar. Bahasanya padat dan jelas. Hanya saja sangat sederhana. Terkesan begitu klise. Pembaca hanya membaca, dan selesai begitu saja. Tidak ada sesuatu yang meninggalkan kesan. Emosi pembaca tidak pernah dilibatkan. Pembaca hanya berekspresi biasa saja. Tidak kagum, tidak terharu, tidak tersenyum, atau bahkan tidak menangis. Tidak bisa menimbulkan kesan mendalam yang akan selalu diingat dibenak pembaca, meski mungkin telah berhari-hari lalu membaca ceritanya.

Eksplorasi alur cerita kurang detail dan matang. Begitu juga dengan tokoh dan penokohan yang begitu sederhana.
Ta’aruf memang proses yang biasa, tetapi dengan imajinasi penulis tentunya akan bisa mengemas cerita ta’aruf menjadi sesuatu yang luar biasa. Sesuatu yang bisa membuat pembaca menjadi cerdas dan memperoleh pencerahan.
Gitu di =)

Di, artikel-artikelmu itu lebih bagus dari cerpen ini lho.
Kenapa? karena bisa membuat kita berpikir, belajar, dan tercerahkan.
Bisa mengusik nalar dan nurani kita yang paling dalam. Hingga ada kesan yg tertinggal di memori dan membuat kita ingin urun ngomong (yg berarti sebuah bentuk apresiasi).
Segini saja Di. Makasih. Semoga bermanfaat. =)

 



*El Herlian Ardivia, saat artikel ini diunggah masih tercatat sebagai mahasiswi tingkat akhir FSSR UNS Surakarta

No comments:

Post a Comment