Friday, October 9, 2009

Duhai Akhi yang menegurku di serambi...

Masjid kampus UGM, menjelang dhuhur.
Di salah satu sudut serambinya aku duduk berdua dengan seorang wanita. Kami berbincang akrab, sesekali kami tertawa bersama. Setiap orang yang memandang bisa mengatakan kami tampak mesra.

Aku tahu beberapa pasang mata berulang kali menatap ke arah kami. Aku tertawa dalam hati dan membatin, "Emang gue pikirin!" Dan aku pun mencoba menikmati tatapan mata mereka.

Beberapa saat kemudian, seorang pria berkopyah dengan baju koko yang dipadu dengan sarung berwarna gelap datang menghampiri kami. Dia mengucapkan salam, memperkenalkan diri sembari mengulurkan tangan. Aku pun menjabat tangannya dan menyebutkan nama. Tapi kulihat dia tidak begitu memperhatikan namaku siapa. Mata itu juga tak nampak ramah. Sorotnya dingin. Bibirnya membentuk garis datar, cenderung melengkung ke bawah dari pada ke atas. Lelaki beku tanpa senyum.

Dari sikapnya aku telah menangkap maksudnya. AKu tak mau kalah, saat dia menatapku dan sesekali melirik wanita di sampingku, maka aku pun balas menatapnya. Bedanya, di bibirku ada sedikit senyuman yang akan menjadi senyum kemenangan.

Tanpa basa-basi lainnya -kecuali menyebutkan namanya tadi- dia langsung bertanya sembari menunjuk wanita di sampingku, "Adiknya?" Interogasi dimulai. Dan dengan senyum tersungging aku pun menganguk. Tapi sepertinya dia belum puas. "Kandung?" Lanjutnya. "Ya." jawabku dengan senyuman yang semakin melebar. Setelah ber'o'panjang dia pun pergi. Lagi-lagi tanpa basa-basi, tanpa kata maaf, dan tanpa penjelasan untuk apa ia bertanya tentang wanita di sebelahku. Tabayun yang singkat. Dan aku pun kembali tertawa dalam hati sembari membatin, "Kasihan deh lu! Sudah pasang tampang sangar tapi salah orang."

Ups! Istighfar Akhi...!
Seharusnya aku tidak menertawakannya, malah seharusnya aku salut kepadanya.

Di saat orang-orang hanya berani mengamati dengan dzon-dzon di dalam hati. Di kala orang-orang mencukupkan diri dengan 'selemah-lemah iman' karena hanya berani mengingkari sebuah kemunkaran dengan hati. Dimana orang-orang tak lagi peduli dan bersembunyi di balik kata nafsi-nafsi.

Dia datang, bertanya dan memastikan dugaan. Dia datang, tabayun demi mematikan prasangka yang ada dalam hatinya. Dia datang, dengan keinginan memberikan teguran, mengamalkan sebuah perintah amar ma'ruf nahi munkar.

Akhi yang menegurku di serambi...
Dia telah memberikan pelajaran tentang keberanian mengamalkan perintah Tuhan. Tanpa malu, tanpa sungkan karena sadar itu adalah kewajiban. Dia mungkin adalah bagian dari segelintir manusia yang berwatak ghuroba'.

Bibir bekunya yang tanpa senyuman telah mengingatkan dan membuatku berkaca pada diri. Aku yang memang tak biasa berbasa-basi, yang juga jarang mengumbar senyuman meski telah tahu itu sedekah yang mudah, Kini merasakan sendiri bagaimana rasanya ditegur tanpa senyum. Mulai kusadari, teguran tanpa senyuman, percakapan tanpa permulaan, hanya akan membuat hati antipati, mungkin saja menumbuhkan kebencian dan menjauhkan manusia dari keindahan agama. Bisa jadi, nasehat tak kan berarti tanpa basa-basi.

Menegur dengan senyum, menasehati dengan hati dan menunjukkan ketulusan. Menegur bukan karena benci pada pribadi tapi karena peduli. Bukan manusianya, tapi perbuatannya yang kita tak sukai.

Akhi yang menegurku di serambi, di pertemuan yang tak begitu lama engkau memberiku pelajaran yang berharga. Semoga kita dipertemukan di surga-Nya. Amin.

2 comments:

  1. ana sepakat.. B'amar ma'ruf dgn sdra adl tanda syg kpd sdra. Menyelamatkan sdra seiman jth k jurang neraka. Mski dg disyeret dg keras,hgg diri terluka,atw kah dg ditarik pnuh kelembutan. Krn tiap manusia mpy karakter yg berbeda. Tp yakinlah,sdra qt ingin mengajak qt k syurgaNya bersama sama..
    Syurga tll luas utk qt huni sndrian. So,rame2 ngjak kLg,sdra,tmn,dan smuanya msk syurga rame2..^_^ ga ada loe ga rame (kt sampoerna hijau)..hehe

    ReplyDelete
  2. amin....
    sepotong kisah yg sgt berarti.
    memandang dari segala arah.
    biyadih...

    ReplyDelete